Sunday, September 15, 2013

Pajak Penghasilan bagi Para Pengembang Properti

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) mensinyalir masih banyak pengembang yang belum menghitung dan membayar pajaknya dengan benar.

Masih terdapat pengembang yang belum melaporkan jumlah unit rumah yang telah terjual dengan benar. Misalnya, dalam satu bulan telah terjual seratus unit rumah, namun yang dilaporkan oleh pengembang kurang dari seratus unit.

Demikian disarikan dari hasil wawancara dengan R. Dasto Ledyanto, Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Ditjen Pajak di suatu kesempatan. Dalam upaya meminimalisasi penyimpangan yang dilakukan oleh pengembang nakal tersebut, Ditjen Pajak melakukan program audit khusus.

Untuk menghindari pengenaan sanksi maupun denda sebagai akibat dari tindakan audit oleh pemeriksa pajak, pengembang perlu memberikan perhatian terhadap jenis-jenis pajak terkait dengan usahanya. Pajak-pajak pusat yang menjadi kewajiban pengembang antara lain meliputi: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Pengenaan PPh bagi perusahaan pengembang properti dikaitkan dengan penghasilan yang diterimanya dari penjualan produk properti. Dalam hal ini, penjualan seperti rumah, apartemen, maupun ruko akan memberikan penghasilan bagi pengembangnya.

Atas penjualan produk tersebut, pengembang harus memungut PPh Pasal 4 ayat (2) kepada pembelinya. Pajak ini biasa disebut sebagai PPh atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

Selain itu, PPh Final Pasal 4 ayat (2) juga dikenakan untuk pengembang dalam tahapan konstruksi bangunan. Dalam hal ini, pengenaan PPh Final untuk pengembang didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008. Dalam PP tersebut, jasa konstruksi dibedakan menjadi tiga kelompok: (1) jasa perencanaan konstruksi; (2) jasa pelaksanaan konstruksi dan (3) jasa pengawasan konstruksi.

Atas jasa konstruksi tersebut, dikenakan pajak dengan tarif bervariasi mulai 2 persen hingga 6 persen. Besarnya tarif PPh tersebut tergantung pada jenis jasa yang diberikan dan skala usaha dari pengembang tersebut. Lantas, bagaimana cara menghitungnya?

PPh Final Pasal 4 ayat (2) dihitung dengan cara mengalikan tarif tersebut di atas dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP), yakni jumlah pembayaran yang dilakukan oleh pembeli/pengguna jasa.

Selain PPh atas jasa konstruksi di atas, pengembang juga wajib memotong/memungut pajak-pajak atas pembayaran gaji karyawan, pembayaran jasa kepada pihak ketiga dan sebagainya.

Dengan memahami dan mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku, diharapkan pengembang dapat terhindar dari sanksi maupun denda perpajakan, sehingga pajak yang dibayar oleh para pengembang akan memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa.

Mari hitung dan bayar pajak dengan benar.

Adertorial Ditjen Pajak

No comments:

Post a Comment