Sunday, March 16, 2025

Ramai di Media Sosial X: Petugas Pelayanan Pajak Pratama Bintan Meninggal Dunia, Diduga Korban Coretax?

Bintan - Pelaksana Seksi Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bintan, Tanjung Pinang Abang Muhammad Nurul Azhar dikabarkan meninggal dunia. Almarhum diduga meninggal akibat kelelahan mengurus validasi Pembayaran PPh atas Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (PPhTB) di situs Coretax, sistem administrasi layanan Direktorat Jenderal Pajak.

Kabar duka itu ramai di media sosial X yang diunggah akun bernama Minceu Nings pada Jumat malam, 14 Maret 2025 pukul 22.51 WIB.

“Korban Coretax ini,” kata Minceu dalam cuitannya. Postingan Minceu itu hingga Sabtu malam, 15 Maret 2025, telah mendapat 2,5 juta penayangan, 484 unggahan ulang, dan 37 komentar.

Di akun lain, Virus Dari juga mengunggah percapakan di WhatsApp soal kondisi mendiang. Dalam unggahan tersebut Abang Muhammad diduga kelelahan akibat menyelesaikan validasi PPhTb pada dini hari. Abang Muhammad disebut melanjutkan pekerjaan koleganya yang sempat terkendala sistem Coretax sejak sore hingga pukul 23.00 WIB. “Almarhum meninggal di kantor,” tulis percakapan di aplikasi perpesanan itu.

Selain itu, sistem Coretax ini juga disebut bermasalah sejak tiga bulan terakhir. Sementara, kondisi Abang Muhammad yang kelelahan, pejabat di KPP Bintan juga beberapa sedang sakit dan pulang dari kantor. Karena itu, Abang Muhammad, dalam postingan itu, disebut overworked. “Kondisi kami memang kurang ideal. Kami cuma 6 orang pelaksana, udah semua back office dan TPT,” tulis percakapan di WhatsApp itu.

Tempo telah menghubungi Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian keuangan Deni Surjantoro dan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti untuk meminta tanggapan atas informasi yang beredar di jagat maya tersebut. Namun, keduanya belum merespons pesan Tempo hingga Sabtu malam, 15 Maret 2025. Ahad pagi, 16 Maret 2025, kembali dihubungi, keduanya belum merespons upaya konfirmasi Tempo. .

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta maaf kepada wajib pajak atas banyaknya keluhan terhadap Coretax. Ia mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak saat ini terus bekerja untuk memperbaiki sistem anyar ini.

"Kepada seluruh Wajib Pajak, saya mengucapkan maaf dan terima kasih atas pengertian dan masukan yang diberikan selama masa transisi ini," tulis Sri Mulyani melalui akun Instagram resminya, Kamis, 23 Januari 2025.

Sementara, Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Septian Hario Seto menilai Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) yang masih memiliki banyak kekurangan sebagai hal wajar. Pasalnya, sistem itu masih dalam periode implementasi tahap awal.

"Kalau masih ada kekurangan sana-sini, saya kira wajar. Ini sistemnya baru diimplementasikan," ujar Seto dalam jumpa pers di Kantor DEN, Jakarta, Kamis, 9 Januari 2025.

Kendati begitu, eks Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ini mengatakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan meningkatkan kualitas sistem ini. Ia berujar, DJP akan bekerja keras agar sistem berjalan dengan baik.

Penerapan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) masih sering dikeluhkan sejak pertama kali diluncurkan pada Rabu, 1 Januari lalu. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan Komisi XI DPR RI pun menyepakati implementasi Coretax masih bersamaan dengan sistem yang lama.

“Tadi kami menyimpulkan Ditjen Pajak memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama sebagai antisipasi dalam mitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak,” kata Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun dalam konferensi pers setelah rapat di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin, 10 Februari 2025.

Sumber: tempo.co

Monday, November 20, 2023

Ingat, Wajib Pajak Tak Bisa Gunakan Alamat Palsu Lagi Jika Core Tax System Berlaku


JAKARTA
- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) siap meluncurkan sistem pajak canggih bernama core tax system pada 1 Juli 2024 mendatang.

Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Banten Dedi Kusnadi mengatakan, core tax system tersebut akan dilengkapi dengan fitur tag location dalam data wajib pajak.

Hadirnya fitur tersebut akan membuat data mengenai wajib pajak akan semakin akurat. Selain itu, fitur tag location juga akan memudahkan komunikasi antara otoritas dan wajib pajak.

"Jadi nanti ketika kami dari DJP berkomunikasi dengan wajib pajak melalui surat, kunjungan langsung, akan langsung ketemu. Selama ini kalau kita cari wajib pajak itu susah. Nyasar-nyasar," ujar Dedi dalam acara Talkshow Radio, dikutip Senin (20/11).

Dedi menyebut, selama ini penulisan alamat pada data wajib pajak biasanya kurang lengkap. Hal ini dikarenakan data alamat hanya tertera nama jalan, namun tidak mencantumkan nomor rumah ataupun nomor RT/RW.

Pada akhirnya, ketika otoritas pajak ingin berkomunikasi melalui surat, terkadang petugas pos kesulitan mencari alamat wajib pajak. Oleh karena itu, melalui fitur ini maka alamat wajib pajak akan langsung ditandai melalui peta yang tersedia dalam sistem.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, otoritas pajak sering kali mengirimkan surat namun tidak diketahui oleh wajib pajak. Hal ini dikarenakan wajib pajak biasanya memiliki rumah lebih dari satu.

"Orang kaya di Indonesia punya rumah lebih dari satu bahkan kalau ditanyakan alamat rumahnya mereka bingung jawabnya," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Senin (20/11).

Belum lagi, terkadang otoritas pajak juga mengirimkan alamat rumah yang sudah tidak lagi dihuni, sehingga wajib pajak tidak mengetahui mendapatkan surat dari otoritas pajak.

Namun, Fajry menilai, fitur tag location dalam sistem pajak canggih tersebut tidak akan efektif. Hal ini dikarenakan fitur tersebut masih bisa diakali oleh wajib pajak.

"Sangat mudah sekali mengakalinya juga, ada beberapa aplikasi untuk mengelabui GPS, dan tag lokasi ini cuma bisa untuk gadget yang terinstal aplikasi saja," imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai hadirnya fitur dalam core tax system tersebut akan meningkatkan efektivitas pengawasan wajib pajak sehingga celah tax evasion menjadi semakin kecil.

"Dengan demikian, kepatuhan sukarela dapat ditingkatkan," kata Prianto.

Ia menilai, fitur tag location sudah diterapkan pada objek PBB sehingga alamat wajib pajak pun dapat dengan mudah ditemukan. Apalagi, saat ini wajib pajak sering menggunakan fitur maps untuk mencari alamat dengan teknologi mutakhir.

"Aspek plusnya adalah karena ada adaptasi teknologi informasi, sedangkan aspek minusnya berkaitan dengan ketidakakuratan teknologi karena setiap teknologi pasti punya debug," katanya.

Sumber: kontan.co.id

Wednesday, July 26, 2023

Ada 15.149 Orang Lebih Bayar Pajak, Sri Mulyani: Pengembalian Pajak Dipercepat

Jakarta - Data yang dirilis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan, sebanyak 15.149 wajib pajak (WP) orang pribadi yang menyampaikan SPT tahunan dengan status lebih bayar. Nilai dari lebih bayar pajak itu mencapai Rp 56,32 miliar. 

Terkait dengan hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, WP orang pribadi dengan status laporan lebih bayar bisa segera mengajukan pengembalian. 

Pasalnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu telah mempercepat proses pengembalian atau restitusi pajak. 

Percepatan itu dilakukan lewat ketentuan percepatan restitusi pajak yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 5/PJ/2023. 

Lewat aturan tersebut, pengembalian lebih bayar pajak hingga Rp 100 juta dipercepat, dari semula 1 tahun menjadi 15 hari saja. 

"Kami sekarang melakukan langkah untuk menyederhanakan dan mempercepat dari sisi restitusinya," kata Sri Mulyani, dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Juli 2023, Senin (24/7/2023). 

Bendahara negara menyebutkan, peraturan baru itu akan semakin mempermudah para WP orang pribadi untuk mengajukan pengembalian lebih bayar. Tercatat baru 1.895 WP yang memanfaatkan restitusi dipercepat dengan total nilai sebesar Rp 7,3 miliar. 

"Jadi kami berharap ini akan menjadi salah satu bentuk kepedulian dari Direkorat Jenderal Pajak kepada para wajib pajak dengan membangun sistem restitusi yang lebih cepat, sederhana, less intervention, dan less face to face," tuturnya. 

Pada kesempatan yang sama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mendorong para WP orang pribadi untuk memanfaatkan layanan tersebut. Ia mengajak para WP lebih bayar untuk segera mengajukan pengembalian. 

"Intensi kita adalah agar ini dimanfaatkan semaksimal mungkin," ucapnya.

Wajib Pajak Tak Lakukan Pemadanan NIK-NPWP, Begini Konsekuensinya

JAKARTA. Pemerintah menerapkan format baru nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang terintegrasi dengan nomor induk kependudukan (NIK).

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun terus berupaya mempercepat proses integrasi NIK dengan NPWP.

Maklum, mulai 1 Januari 2024, seluruh layanan administasi perpajakan dan layanan lain yang membutuhkan NPWP sudah menggunakan NPWP dengan format baru.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal melaporkan, sejauh ini sudah ada 57,9 juta NIK yang telah diintegrasikan sebagai NPWP. Angka tersebut setara 82,02% dari jumlah wajib pajak orang pribadi.

"Sampai dengan kemarin itu, kita sudah padankan sekitar 82% dari sekitar 69 juta. Artinya masih cukup banyak ini yang belum padan," ujar Yon dalam acara Pelantikan Badan Otonom BBP HIPMI Tax Center 2023-2025, Rabu (26/7).

Oleh karena itu, Yon mengimbau wajib pajak untuk segera melakukan pemadanan NIK-NPWP. Pasalnya, apabila wajib pajak tidak melakukan pemadanan NIK-NPWP, maka pada awal tahun 2024 wajib pajak tersebut dikhawatirkan tidak dapat mengakses layanan perpajakan secara maksimal.

"Takutnya nanti kalau tidak dilakukan pemadanan, ada beberapa hak wajib pajak nanti yang per 1 Januari 2024, mereka nanti gak bisa mengakses layanan yang seharusnya menjadi haknya mereka," kata Yon.

Dalam hal ini, pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara berkesinambungan. Selain itu, pihaknya juga membuka perluasan pelayanan, asistensi dan pemadanan oleh kantor pajak di seluruh Indonesia agar memudahkan masyarakat dalam melakukan pemadanan.

"Kita terus sosialisasi kepada masyarakat, pengusaha, semua pihak kita ajak agar segera melakukan proses validasi NIK-NPWP karena nanti ujung-ujungnya tetap untuk pelayanan kepada masyarakat," imbuhnya.

Sebagai informasi, tujuan pengintegrasian NIK menjadi NPWP ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak dan memudahkan wajib pajak dalam administrasi perpajakan dengan menggunakan identitas tunggal.

Sehingga wajib pajak tidak perlu lagi memiliki atau menghafal dua nomor sekaligus, namun hanya menggunakan NIK yang mungkin sudah umum dan lebih masif digunakan masyarakat.

Sumber: kontan

Monday, June 26, 2023

DJP Bentuk Tim Khusus Awasi Kepatuhan Pajak Crazy Rich di Indonesia

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan membentuk satuan tugas pengawasan terhadap wajib pajak grup dan high-wealth individual (HWI) alias crazy rich. Pengawasan terhadap kelompok wajib pajak tersebut merupakan strategi pengamaman penerimaan negara tahun ini dan tahun depan.

"Pengawasan wajib pajak grup dan HWI individual biasanya bagian dari grup. Ini coba kami dudukkan dalam program kerja Komite Kepatuhan yang kami mulai tahun ini," kata Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam konferensi pers daring, Senin (26/6).

Ditjen Pajak pada awal tahun ini telah menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-05/PJ/2022 Tahun 2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Pajak. Dalam ketentuan itu, dibentuk Komite Kepatuhan yang berfungsi merencanakan, memantau dan mengevaluasi kepatuhan pajak di level Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Oleh karena itu, komite ini nantinya akan ada di setiap KPP, dengan Kepala KPP sebagai ketua komite.

Komite ini secara teknis nanti akan menentukan daftar wajib pajak mana saja yang masuk prioritas untuk penyuluhan, pengawasan, pemeriksaan maupun penegakan hukum. Selain memprioritaskan wajib pajak grup dan para crazy rich, DJP juga akan fokus mengawasi pajak di sektor ekonomi digital. Ini bertujuan untuk mendongkrak setoran pajak baik tahun ini maupun tahun depan.

"Beberapa waktu lalu kami sudah menerbitkan regulasi pemotongan, pemungutan dan juga bagaimana melakukan pembayaran yang lebih mudah," kata Suryo.

Kementerian Keuangan dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024 menyebut salah satu kebijakan teknis pajak tahun depan yakni memprioritaskan pengawasan terhadap wajib pajak WHI, wajib pajak grup, transaski terafiliasi serta ekonomi digital. Tujuannya untuk perencanaan penerimaan yang lebih terarah dan terukur. Keempat sektor ini masuk dalam Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak atau DSP4.

Sumber: katadata.co.id