Monday, November 15, 2010

Tren Kasus Keberatan Pajak Menurun

Perbaikan sistem penghitungan pajak rupanya membuahkan hasil positif. Ini tercermin dari keberatan wajib pajak (WP) yang menunjukkan angka penurunan signifikan.

Kasubdit Banding dan Gugatan I Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Max Darmawan mengatakan, pada periode Januari-September 2010, jumlah pengajuan keberatan oleh WP hanya sebanyak 6.500 kasus. Angka ini separo dari keberatan yang diajukan WP pada 2008 yang mencapai 13.000 kasus.

"Apalagi, jika dibandingkan pada 2008 yang mencapai 20 ribu kasus," ujarnya di Jakarta kemarin (12/11).

Menurut Max, selama ini kasus keberatan yang diajukan WP, mulai dari keberatan atas surat ketetapan pajak dalam Pajak Penghasilan (PPh) baik badan atau orang pribadi, hingga keberatan atas perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). "Ada juga keberatan terhadap perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)," katanya.

Dalam mekanisme penarikan pajak, WP memang bisa mengajukan keberatan terhadap perhitungan hasil pemeriksaan Ditjen Pajak. Namun, Ditjen Pajak berhak menolak keberatan yang diajukan WP. Jika WP masih belum puas, maka kasusnya bisa diajukan ke Pengadilan Pajak.

Sementara itu, jika jumlah pengajuan keberatan WP turun, tidak demikian halnya dengan jumlah kasus yang diajukan ke Pengadilan Pajak. Kasubdit Banding dan Gugatan II Direktorat Jenderal Pajak, Jon Suryayudha Soedarso mengatakan jumlah kasus yang diajukan WP ke Pengadilan Pajak justru menunjukkan tren meningkat.

"Hingga September 2010 saja, sudah ada 2.700 kasus yang statusnya sudah dicukupkan. Artinya, sudah selesai persidangannya di Pengadilan Pajak, tapi masih menunggu keputusan," ujarnya.

Menurut Jon, pada 2009 lalu, kasus yang tercatat masuk ke Pengadilan Pajak sebanyak 2.900. Adapun pada 2008 sebanyak 3.000 kasus. "80 persen kasus karena prosedur, di situ kami lebih banyak menang. Tapi, untuk banding, karena hitung-hitungan (pajak), 80 persennya kalah," katanya.

Jon mengatakan, dari sisi prosedur, Ditjen Pajak yakin menang karena seluruh aparat pajak telah menepati dan menjalankan dengan baik pemeriksaan atau penagihan sesuai aturan perundangan yang berlaku. "Nah, kalau soal hitung-hitungan, dalam proses sebelum menetapkan SKP (Surat Ketetapan Pajak), prosesnya sangat tergantung wajib pajak," terangnya.

Max menambahkan, kekalahan Ditjen Pajak dalam proses sidang di Pengadilan Pajak disebabkan adanya salah hitung oleh aparat pajak. Namun, kesalahan itu disebabkan karena WP tidak memberikan data-data atau dokumen lengkap kepada aparat pajak, dengan alasan tidak bisa menyiapkan.

"Barulah pada saat sidang di Pengadilan Pajak, Wajib Pajak memberikan dokumen yang oleh Majelis Hakim (Pengadilan Pajak) dianggap sebagai bukti yang benar, sehingga Wajib Pajak dimenangkan," paparnya.

Sumber: jpnn.com

No comments:

Post a Comment