Wednesday, December 30, 2015

Optimisme soal "Tax Amnesty" Bisa Menjadi Bumerang

Jakarta - Optimisme berlebihan yang ditunjukkan pemerintah terhadap pemberlakuan Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) bisa menjadi bumerang.

“Para aparat pajak akan fokus ke tax amnesty, sehingga program-program prioritas Ditjen Pajak, seperti program intensifikasi dan intensifikasi pajak malah terabaikan,” tutur ekonom Indef Eko Listiyanto kepada Investor Daily di Jakarta, Sabtu (19/12).

Kecuali itu, menurut Eko, terlalu ngotot mengegolkan tax amnesty akan menimbulkan konsekuensi lain di bidang politik karena pemerintah akan mati-matian melobi parlemen. “Modal politiknya harus besar. Lebih baik yang realistis saja. Belum lagi dampak negatif terhadap dunia usaha. Jika dunia usaha terpuruk, pemerintah semakin repot,” tegas dia.

Pemerintah optimistis penerimaan pajak 2016 bakal bertambah Rp 60 triliun jika tax amnesty diberlakukan tahun depan. Angka ini diperoleh dari tarif tebusan 3% dikalikan dengan dana yang masuk dari luar negeri sekitar Rp 2.000 triliun.

UU Penganpunan Pajak sempat digadang-gadang rampung Desember ini dan diterapkan mulai Januari 2016. Namun, belakangan pemerintah dan DPR hanya menyepakati penetapan RUU Pengampunan Pajak sebagai prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Pembahasan UU tersebut dilanjutkan tahun depan sambil menunggu pembaruan draf dari pemerintah.

Berdasarkan draf RUU Pengampunan Pajak yang diperoleh Investor Daily, tarif tebusan untuk pengampunan pajak terbagi tiga golongan berdasarkan periodisasi pengampunan pajak. Pertama, wajib pajak (WP) badan atau pribadi yang mengajukan permohonan pengampunan pajak pada Januari-Maret (kuartal I) 2016 dikenai tarif tebusan 2% dari nilai bersih harta yang dilaporkan.

Kedua, jika permohonan diajukan pada periode April-Juni (kuartal II) 2016 terkena tarif tebusan 3%. Golongan ketiga adalah tarif 5% jika WP mengajukan pengampunan dari Juli sampai akhir 2016 (semester II). Nilai bersih harta adalah harta dikurangi utang.

Sumber: beritasatu.com

No comments:

Post a Comment