Monday, June 14, 2010

RI-Hong Kong Tanda Tangani Penghindaran Pajak Berganda

Dunia usaha diminta manfaatkan penurunan tarif JAKARTA: Dunia usaha diharapkan dapat memanfaatkan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Hong Kong, yang dilakukan dengan menurunkan tarif sejumlah jenis pajak.

Pemerintah Indonesia dan Hong Kong sepakat menurunkan tarif pajak atas dividen, royalti, dan bunga, rata-rata menjadi sebesar 5% khusus untuk wajib pajak dari kedua negara, menyusul ditandatanganinya klausul P3B tersebut.

Substansi dari P3B tersebut sebagian besar berisikan perincian pertukaran informasi wajib pajak dan informasi perbankan antara otoritas perpajakan kedua negara.

Persetujuan penghindaran pajak berganda tersebut ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Financial Secretary Hong Kong Special Administrative Region John Tsang di Gedung Kementerian Keuangan, kemarin.

Sri Mulyani yakin P3B Indonesia-Hong Kong akan memberikan kepastian dan stabilitas perpajakan atas arus lintas sumber daya manusia, modal, dan teknologi di kedua negara. Peniadaan atau pengurangan hambatan yang terkait perpajakan akan dapat meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara.

"Karakteristik perekonomian Hong Kong lebih banyak pada bidang jasa, terutama jasa keuangan. Penandatanganan P3B ini merupakan satu langkah maju bagi kedua pihak, sehingga kegiatan usaha dari Indonesia dan Hong Kong dapat memanfaatkan fasilitas ini," ujarnya kemarin.

Pada kesempatan yang sama, Jhon Tsang menyebutkan Pemerintah Hongkong sebenarnya sudah siap untuk menandatangani P3B sejak Februari lalu dan Indonesia menjadi negara pertama yang merealisasikannya melalui kesepakatan tersebut.

Dia yakin kinerja perdagangan Hong Kong dan Indonesia akan mencapai dua digit paling lambat dalam 5 tahun mendatang.

"Tahun lalu arus perdagangan Hong Kong dan Indonesia mencapai US$4,5 miliar. Sebanyak US$2,5 miliar di antaranya adalah perdagangan China dan Indonesia melalui Hong Kong. Jika dirata-rata, sejak 2005 hingga 2009 pertumbuhan arus perdagangan kedua negara mencapai 9%," katanya.

Syarifudin Alsah, Direktur Peraturan Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak, menjelaskan dalam persetujuan tersebut diatur mengenai besaran tarif pajak penghasilan (PPh) yang dikenakan atas dividen, royalti, dan bunga yang diperoleh wajib pajak asal Indonesia maupun Hong Kong yang berada di kedua negara.

Untuk PPh atas dividen ditetapkan sebesar 10%, lebih rendah dibandingkan dengan tarif normal sebesar 20%. Bahkan untuk wajib pajak yang melakukan investasi langsung dengan kepemilikan saham minimal 25% di perusahaan domestik, laba yang diperoleh hanya dikenakan PPh sebesar 5%.

Untuk wajib pajak memiliki kantor cabang di kedua negara, tarif PPh dividennya juga diturunkan menjadi hanya 5%. "Jadi ada insentif di situ untuk FDI [foreign direct investment]," jelasnya.

Untuk PPh atas bunga obligasi dan saham, wajib pajak yang berinvestasi di pasar modal hanya dikenakan tarif sebesar 10% atau lebih rendah dari tarif normal sebesar 20%.

Anti penghindaran pajak

Adapun, untuk tarif PPh atas royalti disepakati sebesar 5% atas wajib pajak asal Indonesia dan Hong Kong yang juga tercatat sebagai pembayar pajak di negara lain.

"Yang tidak kalah pentingnya adalah kami memasukkan anti-avoidance rule [ketentuan antipenghindaran pajak] dalam treaty ini, sehingga ketentuan domestik sepanjang menyangkut penghindaran pajak oleh wajib pajak akan diatur tersendiri dalam treaty ini dan tunduk pada aturan domestik masing-masing," paparnya.

Sjarifudin menambahkan Indonesia juga tengah mengupayakan P3B dengan negara lainnya, seperti Serbia, Oman dan sejumlah negara di Eropa. Hal ini merupakan salah satu kesepakatan antarnegara anggota G-20. "Minggu depan P3B dengan Malaysia akan dinegosiasikan ulang."

Kepala Sub Direktorat Penjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Astera Primanto Bhakti menuturkan pemberlakuan tarif baru PPh tersebut tidak bisa langsung diterapkan.

"Paling cepat [penurunan tarif pajak] bisa diterapkan awal tahun berikutnya atau tahun depan," katanya.

Pengamat perpajakan internasional dari Tax Center UI Danny Septriadi menilai positif dimasukkannya ketentuan tentang anti penghindaran pajak dalam P3B.

Menurut dia, ketentuan anti-tax avoidance tersebut harus didukung oleh kebijakan anti-tax avoidance domestik yang kuat. "Ini penting karena Hong Kong mempunyai sistem pajak yang unik yaitu untuk penghasilan yang bersumber dari luar negeri tidak dikenakan pajak di Hongkong," jelasnya.

Pengaturan anti-tax avoidance domestik yang kuat diperlukan untuk menghindari negara yang tidak punya treaty dengan Indonesia menggunakan Hong Kong sebagai perantara untuk memanfaatkan fasilitas P3B Indonesia dan Hong Kong.


Agust Supriadi & Achmad Aris

Bisnis Indonesia, 24 Maret 2010



Download:
Tax Treaty Indonesia-Hongkong

No comments:

Post a Comment