Tuesday, August 24, 2010

Dirjen Pajak: Rasio Pajak 12% Saja Saya Tidur 2 Jam

Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo lebih memilih disebut tidak bekerja keras dibandingkan dengan menyanggupi tax ratio atau rasio pajak sebesar 13 persen. Sebab, menurut dia, kerja keras itu sudah dilakukan sejak dia menjadi petinggi kantor pajak.

Tax ratio adalah rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB). Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2011, tax ratio dipatok sebesar 12 persen.

"Satu persen kenaikan (tax ratio) itu setara dengan Rp70 triliun," kata Tjiptardjo di DPR, Jakarta, Selasa 24 Agustus 2010.

Lalu, kalau tidak naik, apakah pemerintah bisa disebut tidak bekerja keras? "Boleh-boleh saja. Tapi saya saja semalam tidur cuma 2 jam," ujar Tjiptardjo.

Menurut Tjiptardjo kenaikan penerimaan pajak tidak bisa main asal comot, karena menyangkut masalah kredibilitas anggaran. Jangan sampai apa yang telah diprogramkan kemudian tidak terlaksana.

Kerja keras Ditjen Pajak, terjadi saat pembenahan database wajib pajak. "Itu karena kami ingin menggali potensi wajib pajak individual," katanya. Dia mengakui potensi tax ratio 13 persen masih ada. Tapi potensi itu baru bisa dicapai setelah 2014.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjelaskan bahwa tax ratio pada 2011 hanya 12 persen itu karena jumlah perkiraan PDB juga meningkat. "Pada 2011 PDB kita sampai di kirsaran Rp7.000 triliun," ujar Agus. "Kami sendiri memahami tax ratio yang semakin tinggi, tidak selalu makin baik."

Mengenai negara lain yang memiliki tax ratio hingga 30 persen, Agus mengatakan, itu memang betul. Tapi target Indonesia sebesar 12 persen bukan berarti rendah.

"Tax ratio kita hanya menghitung pajak pendapatan yang dipungut pusat. Sedangkan pajak daerah dan sumber daya alam tidak dihitung," kata dia. Menurut Agus, kalau dua sumber pendapatan ini dihitung, maka tax ratio Indonesia sudah mencapai 14 persen.



PKS Minta Pemerintah Bidik Tax Ratio 13%

PKS meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan bisa mencapai enam persen.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta pemerintah menaikkan tax ratio di Indonesia menjadi 13 persen. Permintaan Fraksi PKS di sidang paripurna ke-3 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu lebih tinggi dibanding fraksi lain yang rata-rata hanya mengusulkan kenaikan kurang dari 13 persen.

Tax ratio adalah rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB)

Besaran tax ratio itu naik satu persen dibanding usulan pemerintah yang hanya 12 persen. "Tax ratio 13 persen itu minimal dan bisa tercapai kalau pemerintah mengurangi mafia pajak dan menurunkan transfer pricing oleh perusahaan asing," kata juru bicara PKS, Ecky Awal Mucharam di gedung DPR, Jakarta, Selasa 24 Agustus 2010.

PKS meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan bisa mencapai enam persen. Namun, dalam catatannya, angka itu belum mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

"Karena angka kemiskinan tercatat masih di atas 20 persen, misalnya di Papua, Papua Barat, Maluku, dan Aceh," ujarnya.

Mendengar permintaan itu, Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo tidak bisa menyanggupinya. "Karena satu persen itu konsekuensinya Rp70 triliun," ujar Tjiptardjo di DPR.

Menurut dia, dengan dana sebesar itu, konsekuensinya akan sangat membahayakan apabila tidak bisa dipenuhi. Sebab, seluruh program yang telah dibahas dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu telah direncanakan dari awal dan harus terlaksana.

"Kami target yang visibel saja. Karena kalau tidak terealisasi, nanti bagaimana. Misalnya bagaimana untuk bangun jembatan, atau bayar gaji. Kalau kurang sedikit kan bisa berutang, kalau banyak?" ujar Tjiptardjo.

Sumber: Vivanews


Menkeu: Pemerintah Tidak Malas Bekerja

Menteri Keuangan Agus Martowardojo membantah pemerintah malas bekerja. Dia beralasan target yang disusun dalam RAPBN 2011 sudah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan DPR.

Agus menjelaskan, target pemerintah untuk tahun depan itu sesuai dengan perhitungan pemerintah dan Badan Anggaran DPR. "Itu sudah sesuai range yang ditetapkan DPR," tandas Agus, usai mengikuti rapat paripurna atas Nota Keuangan dan RAPBN 2011, Selasa (24/8/2010).

Ia mencontohkan, dalam menyusun target pertumbuhan ekonomi, DPR memberikan batasan antara 6,1 persen-6,4 persen. Kemudian, untuk nilai tukar rupiah, berkisar Rp 9.100 - Rp 9.400 per dollar Amerika Serikat. "Semua sudah sesuai range, kenapa sekarang minta dinaikkan lagi?," tanya Agus.

Padahal, Agus mengingatkan, pertumbuhan ekonomi global tidak sebagus perkiraan. Terutama, perbaikan ekonomi di Amerika Serikat yang berjalan lambat.

Memang, Agus mengakui, pertumbuhan ekonomi selama semester pertama 2010. Tetapi, dia mengatakan, pertumbuhan itu bukan karena sektor riil melainkan faktor pengeluaran rumah tangga. Selain itu, mantan Direktur Utama Bank Mandiri menilai kondisi Indonesia juga belum mendukung untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena infrastruktur di daerah belum siap.

Tak hanya itu, sekarang pemerintah juga harus waspada adanya peningkatan impor. Ini lantaran, peningkatan nilai tukar rupiah membuat harga barang impor menjadi lebih murah. "Bila ini dibiarkan, takutnya terjadi buble. Ini akan merugikan kita," kata Agus.

Catatan saja, dalam RAPBN 2011, DPR menganggap target-target pemerintah sangat rendah. Pertumbuhan ekonomi hanya ditargetkan 6,3 persen, laju inflasi 5,3 persen, suku bunga Sertifikat Bank Indoensia (SBI) 3 bulan 6,5 persen, nilai tukar Rp 9.300 per dollar Amerika Serikat, harga minyak 80 dollar AS per barrel, dan lifting minyak sebesar 970.000 barrel per hari.

Namun, kalangan DPR tak puas dengan target tersebut. Sebagian kalangan menganggap target tersebut terlalu enteng.

Sumber: Kontan

No comments:

Post a Comment