Sunday, August 15, 2010

Ditjen Pajak janjikan sistem administrasi propasar

JAKARTA: Direktorat Jenderal Pajak menyatakan komitmennya untuk terus membenahi sistem administrasi pajak agar semakin propasar dan memiliki kepastian hukum yang lebih baik.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Iqbal Alamsjah mengatakan Ditjen Pajak kini telah dan sedang menjalankan reformasi birokrasi yang salah satunya membenahi sistem administrasi pajak agar lebih sederhana dan mempunyai kepastian hukum.

"Misalnya soal kebijakan restitusi pajak, jangka waktu penyelesaiannya sudah memiliki kepastian waktu yaitu 12 bulan sejak permohonan lengkap diterima. Bila waktu lewat, permohonan otomatis dianggap diterima," katanya kepada Bisnis hari ini.

Bahkan dalam hal-hal tertentu, jelasnya, jangka waktu penyelesaian restitusi pajak dipercepat seperti kepada wajib pajak yang masuk dalam kategori wajib pajak patuh di mana jangka waktu penyelesaiannya paling lambat hanya 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh.

Selain itu, sambung Iqbal, Ditjen Pajak saat ini juga sedang mengembangkan satu sistem administrasi pajak yang lebih komperehensif serta canggih yang dikenal dengan nama Pintar (project for Indonesia tax administration reform).

"Pintar nantinya akan memberikan kemudahan berbagai administrasi perpajakan misalnya setiap WP akan memiliki nomor account tersendiri yang bisa dengan mudah mengetahui apa saja kewajiban pajak yang masih harus diselesaikan tanpa perlu datang ke kantor pajak," tuturnya.

Menurutnya, keberadaan Pintar akan menyempurnakan semua sistem administrasi pajak yang saat ini sudah berjalan. Sebelumnya, Bank Pembangunan Asia (ADB) menilai sistem pembayaran pajak di Indonesia sangat rumit sehingga perlu disederhanakan agar tidak menghambat iklim investasi.

Penilaian ADB tersebut didasarkan pada hasil laporan Doing Business 2009 yang menyebutkan rata-rata sebuah kegiatan bisnis harus membayar 22 jenis pajak dalam setahun dengan membutuhkan waktu sekitar 344 jam kerja.

Pernyataan sama juga disampaikan oleh Direktur Perencanaan Makro Bappenas, Bambang Prijambodo. Menurutnya, administrasi perpajakan di Indonesia masih penuh ketidakpastian sehingga mengganggu iklim investasi di mana salah satu contohnya adalah dalam proses pengajuan restitusi pajak.

Penilaian sama juga datang dari Pengamat Pajak dari Tax Center UI Darussalam. Dia menilai sistem pemungutan pajak di Indonesia saat ini masih sangat kompleks dan menimbulkan cost of compliance yang tinggi bagi wajib pajak.

"Withholding tax yang dianut oleh Indonesia sangat luas dan ini menimbulkan cost of complience yang besar bagi wajib pajak," katanya.

Di banyak negara, jelasnya, withholding tax dibatasi hanya untuk gaji dan penghasilan yang sifatnya pasif income. "Namun, di Indonesia, penghasilan yang sifatnya bussiness income juga dikenakan withholding tax."

Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah menyederhanakan sistem pemungutan pajak dengan membatasi pengenaan withholding tax. "Withholding tax dibatasi terhadap penghasilan yang sifatnya untuk remunerasi dan pasive income."(faa)
Oleh: Achmad Aris
Sumber: Bisnis.com

No comments:

Post a Comment