Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) meminta perbankan untuk menyiapkan skim fasilitas likuiditas perumahan sebagai pengganti pola subsidi perumahan. Pembentukan skim baru ini disesuaikan dengan peraturan fasilitas likuiditas perumahan yang diluncurkan akhir Juli lalu. "Program fasilitas likuiditas perumahan sudah berlaku sejak diluncurkan akhir Juli lalu. Untuk itu, saya berharap pihak perbankan segera melaksanakan program tersebut," ujar Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa seusai acara peluncuran laman baru Kemenpera, kotak pengaduan masyarakat, dan e-procurement di Jakarta, akhir pekan lalu. Dia menambahkan, pemerintah juga telah menerbitkan petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan fasilitas likuiditas perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi perbankan untuk tidak melaksanakan program tersebut
Berdasarkan PMK No 130/2010, perbankan ditugaskan memverifikasi calon masyarakat pembeli rumah. Verifikasi bertujuan untuk mengetahui kemampuan masyarakat dalam membeli hunian. Dalam skim pembiayaan pola lama, verifikasi dilakukan pemerintah. Namun, pola baru pembiayaan perumahan, verifikasi dilakukan oleh perbankan.
"Verifikasi nasabah oleh bank sudah bisa dimulai. Sekarang yang diperlukan adalah bagaimana bank segera menyosialisasikan program ini kepada nasabah, sebab juknisnya sudah ada. "Apabila perbankan belum mengerti tentang juknis ini, pemerintah bersedia bertemu dengan kalangan perbankan untuk membahas teknis pelaksanaan program ini," kata Suharso.
Dia berharap fasilitas likuiditas mampu meningkatkan daya beli masyarakat terhadap perumahan. Selain itu, dengan pola pembiayaan baru ini suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) bisa diturunkan hingga satu digit "Kami akan terus kejar suku bunga fasilitas likuiditas hingga satu digit dengan kisaran 8-9%," tandasnya.
Komposisi
Terkait komposisi dana antara pemerintah dan pihak perbankan, Menpera mengatakan, penentuan angka tepat masih berlangsung. Komposisinya masih dihitung pada kisaran angka 50:50, 60:40, atau 70:30.
"Komposisi dana nanti tergantung pada masing-masing pembelinya. Kalau angsurannya sekitar Rp 1,5 juta maka fasilitas likuiditasnya lebih rendah. Sedangkan angsuran Rp 500.000 maka fasilitas likuiditasnya lebih tinggi," tutur Suharso melalui keterangan pers.
Masyarakat yang bisa menikmati kemudahan memiliki tempat tinggal ini diharuskan memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan surat pemberitahuan tahunan (SPT). Selain itu, penghasilan per bulan tidak lebih dari Rp 4,5 juta. Verifikasi masyarakat yang berhak menerima bantuan ini lewat perbankan.
Pembentukan fasilitas likuiditas diawali dari ide dasar untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang masih sangat kurang. Backlogrumah yang terjadi saat ini sebesar 7,45 juta rumah dengan penambahan sekitar 700.000 unit tiap tahun.
"Karena itu, untuk mewujudkan sistem pembiayaan yang berkelanjutan, efektif, dan efisien. Kementerian Perumahan rakyat menyiapkan program baru dalam pembiayaan perumahan dengan skema fasilitas likuiditas," kata dia.
Suharso mengungkapkan, dana fasilitas likuiditas tersebut nantinya akan di-blended dengan dana dari perbankan dan sumber lainnya. Adanya financing blended, suku bunga kredit diharapkan dapat ditekan hingga di bawah 10%.
Pemerintah sebelumnya meluncurkan badan layanan umum (BLU) pusat pembiayaan perumahan (P3) sebagai pelaksana kebijakan fasilitas likuiditas. Satuan kerja ini dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 290/KMK.05/2010. Lembaga ini akan mengelola sekitar Rp 2,68 triliun sebagai dana bergulir untuk memudahkan masyarakat berpenghasilan rendah memiliki tempat tinggal.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menuturkan, dana sebesar Rp 2,6 triliun tersebut merupakan dana utama yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dana untuk fasilitas likuiditas ini akan bertambah melalui dana tambahan yang didapat dari perbankan.
Sementara itu, kalangan pengembang menyambut baik peluncuran satuan kerja fasilitas likuiditas. Namun begitu, mereka meminta agar Kemenpera mengeluarkan petunjuk pelaksanaan melalui peraturan menteri perumahan rakyat agar segera bisa menjalankan pola baru ini. Selain itu, mervisi aturan insentif perpajakan untuk rumah sederhana sehat (RSh) dan rumah susun sederhana milik (rusunami).
Sumber : Investor Daily Indonesia
Berdasarkan PMK No 130/2010, perbankan ditugaskan memverifikasi calon masyarakat pembeli rumah. Verifikasi bertujuan untuk mengetahui kemampuan masyarakat dalam membeli hunian. Dalam skim pembiayaan pola lama, verifikasi dilakukan pemerintah. Namun, pola baru pembiayaan perumahan, verifikasi dilakukan oleh perbankan.
"Verifikasi nasabah oleh bank sudah bisa dimulai. Sekarang yang diperlukan adalah bagaimana bank segera menyosialisasikan program ini kepada nasabah, sebab juknisnya sudah ada. "Apabila perbankan belum mengerti tentang juknis ini, pemerintah bersedia bertemu dengan kalangan perbankan untuk membahas teknis pelaksanaan program ini," kata Suharso.
Dia berharap fasilitas likuiditas mampu meningkatkan daya beli masyarakat terhadap perumahan. Selain itu, dengan pola pembiayaan baru ini suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) bisa diturunkan hingga satu digit "Kami akan terus kejar suku bunga fasilitas likuiditas hingga satu digit dengan kisaran 8-9%," tandasnya.
Komposisi
Terkait komposisi dana antara pemerintah dan pihak perbankan, Menpera mengatakan, penentuan angka tepat masih berlangsung. Komposisinya masih dihitung pada kisaran angka 50:50, 60:40, atau 70:30.
"Komposisi dana nanti tergantung pada masing-masing pembelinya. Kalau angsurannya sekitar Rp 1,5 juta maka fasilitas likuiditasnya lebih rendah. Sedangkan angsuran Rp 500.000 maka fasilitas likuiditasnya lebih tinggi," tutur Suharso melalui keterangan pers.
Masyarakat yang bisa menikmati kemudahan memiliki tempat tinggal ini diharuskan memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan surat pemberitahuan tahunan (SPT). Selain itu, penghasilan per bulan tidak lebih dari Rp 4,5 juta. Verifikasi masyarakat yang berhak menerima bantuan ini lewat perbankan.
Pembentukan fasilitas likuiditas diawali dari ide dasar untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang masih sangat kurang. Backlogrumah yang terjadi saat ini sebesar 7,45 juta rumah dengan penambahan sekitar 700.000 unit tiap tahun.
"Karena itu, untuk mewujudkan sistem pembiayaan yang berkelanjutan, efektif, dan efisien. Kementerian Perumahan rakyat menyiapkan program baru dalam pembiayaan perumahan dengan skema fasilitas likuiditas," kata dia.
Suharso mengungkapkan, dana fasilitas likuiditas tersebut nantinya akan di-blended dengan dana dari perbankan dan sumber lainnya. Adanya financing blended, suku bunga kredit diharapkan dapat ditekan hingga di bawah 10%.
Pemerintah sebelumnya meluncurkan badan layanan umum (BLU) pusat pembiayaan perumahan (P3) sebagai pelaksana kebijakan fasilitas likuiditas. Satuan kerja ini dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 290/KMK.05/2010. Lembaga ini akan mengelola sekitar Rp 2,68 triliun sebagai dana bergulir untuk memudahkan masyarakat berpenghasilan rendah memiliki tempat tinggal.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menuturkan, dana sebesar Rp 2,6 triliun tersebut merupakan dana utama yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dana untuk fasilitas likuiditas ini akan bertambah melalui dana tambahan yang didapat dari perbankan.
Sementara itu, kalangan pengembang menyambut baik peluncuran satuan kerja fasilitas likuiditas. Namun begitu, mereka meminta agar Kemenpera mengeluarkan petunjuk pelaksanaan melalui peraturan menteri perumahan rakyat agar segera bisa menjalankan pola baru ini. Selain itu, mervisi aturan insentif perpajakan untuk rumah sederhana sehat (RSh) dan rumah susun sederhana milik (rusunami).
Sumber : Investor Daily Indonesia
No comments:
Post a Comment