Sunday, August 29, 2010

Rendahnya Layanan Ancam Kepatuhan Pajak

Keterbatasan Direktorat Jenderal Pajak menambah pegawai dan layanan kementerian serta lembaga nonkementerian yang rendah menjadi masalah serius yang dapat membatasi tingkat kepatuhan wajib pajak.

Meski jumlah aparat pajak akan bertambah 8.000 pegawai menjadi 40.000 orang tahun 2014, hal itu belum memenuhi kebutuhan ideal yang dibutuhkan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dalam meningkatkan penerimaan pajak.

”Kami tidak bisa begitu saja melakukan penekanan dengan pemeriksaan pajak jika lingkungan di luar Ditjen Pajak belum kondusif. Karena wajib pajak akan menuntut layanan maksimal jika mereka sudah membayar pajak dengan baik,” ungkap Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Ditjen Pajak Wahyu Karya Tumakaka di Jakarta, Jumat (27/8).

Menurut Wahyu, secara internal, Ditjen Pajak akan mencapai posisi maksimal dalam pelayanan kepada wajib pajak setidaknya mulai tahun 2014.

Pada saat itu, jumlah aparat pajak meningkat dari 32.000 orang (sekarang) menjadi sekitar 40.000 orang sehingga perbandingan petugas dengan wajib pajak yang dilayani akan semakin membaik.

Pada tahun 2014, sistem layanan berbasis teknologi informasi yang disiapkan melalui proyek bernama Project for Indonesia Tax Administration Reform (Pintar) sudah rampung.

Namun, jumlah pegawai pajak tersebut masih jauh dibandingkan jumlah aparat pajak yang dimiliki negara lain, seperti Jepang. Jepang memiliki 80.000 pegawai pajak yang melayani 120 juta orang.

Jika dibandingkan dengan Indonesia yang memiliki aparat pajak 32.000 orang (saat ini) dengan jumlah penduduk 235 juta orang, satu pegawai pajak melayani sekitar 7.343 orang. Bandingkan dengan Jepang yang setiap pegawai pajak melayani 1.500 orang.

”Sampai tahun 2014, kami berupaya mencapai 40.000 pegawai dengan mempertimbangkan pegawai yang akan pensiun dan pegawai baru. Dengan jumlah tersebut, kami belum bisa meniru Jepang yang 70 persen pegawai pajaknya adalah auditor. Indonesia harus berhati-hati memperkuat auditor karena tidak bagus juga menekan wajib pajak di saat layanan yang diberikan oleh kementerian lembaga belum maksimal,” ungkap Wahyu menjelaskan.(OIN)

Sumber: Kompas, 28 Agustus 2010

No comments:

Post a Comment