Wednesday, October 13, 2010

Bank Syariah Desak Penghapusan Pajak

Gong penghapusan pengenaan pajak ganda syariah mulai 1 April harus jadi momentum penghapusan beban pajak bagi perbankan syariah agar industri bisa bergerak lebih cepat.

Kalangan pelaku perbankan syariah menginginkan amendemen Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang berlaku awal April tidak hanya menghapuskan pengenaan pajak berganda, tetapi juga menghapuskan kewajiban tunggakan PPN yang sudah terjadi sebelumnya.

“(Jika tidak) kita masih membawa masalah warisan perpajakan,” kata Ketua Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Ahmad Riawan Amin.

Aturan PPN dan PPnBM hasil amendemen tersebut mengeluarkan jasa keuangan, termasuk bank syariah, dari kelompok jasa kena pajak. Produk perbankan syariah yang berbasis jual-beli dan sewa-menyewa seperti murabahah, salam, istishna, dan ijarah selama ini terkena PPN karena melibatkan serah terima barang.

Produk murabahah hingga sekarang mendominasi hampir 90 persen transaksi dan aktiva produktif di bank syariah karena produk lain belum banyak berkembang. Pelaku perbankan syariah dihantui ancaman penagihan pajak atas transaksi berbasis jualbeli.

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) dan PT Bank Bukopin Tbk masuk daftar penunggak pajak yang salah satunya disebabkan oleh pajak syariah.

Menurut Direktur Usaha Mikro Kecil Menengah dan Syariah BNI Achmad Baiquni, tunggakan pajak bank tersebut sepenuhnya merupakan utang PPN atas transaksi murabahah yang selama ini dipermasalahkan. Hal itu berawal ketika perseroan melaporkan setoran pajak lebih bayar di tahun fi skal 2007 sehingga kemudian diaudit oleh kantor pajak.

Hasilnya, justru ditemukan utang PPN murabahah sebesar 108 miliar rupiah. Jika dihitung dengan sanksinya, utang pajak itu mencapai sekitar 128 miliar rupiah. Pengenaan pajak itu dinilai merugikan bank-bank syariah.

Jika dihitung sejak berdiri pada 2000, BNI Syariah berpotensi menunggak PPN murabahah sampai 393 miliar rupiah.

Padahal, laba bersihnya, di 2007, baru sebesar 19,2 miliar rupiah. Baiquni mengakui masalah perpajakan menjadi perhatian calon investor yang ingin menyuntik modal di BNI Syariah.

Tidak jelasnya kewajiban pajak itu memengaruhi valuasi harga saham perseroan dan perhitungan kelayakan investasinya.

“Mau spin off BNI syariah saja dengan modal satu triliun rupiah, sudah kena pajak 300 miliar rupiah,” kata dia.

Sumber: Koranjakarta

No comments:

Post a Comment