JAKARTA: Kementerian Perumahan Rakyat akan melobi Kementerian Keuangan agar insentif pajak perumahan yang selama ini berlaku untuk pola lama (masa transisi) bisa berlaku harmonis dengan pola subsidi baru dalam program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa mengatakan meski program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sudah berlaku mulai 1 Oktober, skema pembebasan PPN dan PPh final sebesar 1% belum bisa ditetapkan untuk program baru tersebut.
Sebelumnya, pembebasan PPN dan PPh final 1% diberlakukan hanya untuk kategori rumah sejahtera tapak senilai hingga Rp55 juta per unit dan rumah sejahtera susun (rusunami) maksimum Rp144 juta per unit.
Namun, dengan pola FLPP, ada kemungkinan harga rumah sejahtera tapak dan susun akan melampaui harga rumah yang telah ditetapkan dalam skim subsidi lama. Jika pemerintah tetap memberikan fasilitas perpajakan di atas plafon yang ditetapkan, dasar hukumnya belum diatur.
"Berkaitan dengan insentif pajak perumahan untuk pola baru, kami masih membicarakannya dengan Kemenkeu. Sebab, untuk rumah seharga Rp55 juta dan Rp144 juta per unit belum [ditanggung]. Saya akan ambil inisiatif itu karena sama sekali tak merugikan [negara]," katanya hari ini.
Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) menilai jika masalah ini dibiarkan menggantung, justru berpotensi menurunkan minat pengembang meningkatkan pembangunan perumahan.
Sebab, skema pajak yang ditetapkan untuk rumah di atas harga Rp55 juta dan Rp144 juta masih terlalu besar. Bagi konsumen, besarnya pajak dapat menurunkan tingkat daya beli sehingga mereka cenderung berpikir ulang melakukan transaksi perumahan.
Artinya, bagi rumah sejahtera tapak dengan harga di atas Rp55 juta per unit, akan dikenakan PPN 10% dan PPh final 5%. Demikian halnya dengan rusunami dengan harga di atas Rp144 juta per unit. Pembebasan PPN dan PPh final 1% tak berlaku.
"Meski berselisih satu sen pun dari ketetapan harga tersebut, seluruh skema keringanan pajak itu tak berlaku. Sebab, tak ada regulasi yang hingga saat ini mengatur hal tersebut," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat REI Teguh Satria kepada Bisnis, hari ini.
Sumber: bisnis.com
Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa mengatakan meski program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sudah berlaku mulai 1 Oktober, skema pembebasan PPN dan PPh final sebesar 1% belum bisa ditetapkan untuk program baru tersebut.
Sebelumnya, pembebasan PPN dan PPh final 1% diberlakukan hanya untuk kategori rumah sejahtera tapak senilai hingga Rp55 juta per unit dan rumah sejahtera susun (rusunami) maksimum Rp144 juta per unit.
Namun, dengan pola FLPP, ada kemungkinan harga rumah sejahtera tapak dan susun akan melampaui harga rumah yang telah ditetapkan dalam skim subsidi lama. Jika pemerintah tetap memberikan fasilitas perpajakan di atas plafon yang ditetapkan, dasar hukumnya belum diatur.
"Berkaitan dengan insentif pajak perumahan untuk pola baru, kami masih membicarakannya dengan Kemenkeu. Sebab, untuk rumah seharga Rp55 juta dan Rp144 juta per unit belum [ditanggung]. Saya akan ambil inisiatif itu karena sama sekali tak merugikan [negara]," katanya hari ini.
Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) menilai jika masalah ini dibiarkan menggantung, justru berpotensi menurunkan minat pengembang meningkatkan pembangunan perumahan.
Sebab, skema pajak yang ditetapkan untuk rumah di atas harga Rp55 juta dan Rp144 juta masih terlalu besar. Bagi konsumen, besarnya pajak dapat menurunkan tingkat daya beli sehingga mereka cenderung berpikir ulang melakukan transaksi perumahan.
Artinya, bagi rumah sejahtera tapak dengan harga di atas Rp55 juta per unit, akan dikenakan PPN 10% dan PPh final 5%. Demikian halnya dengan rusunami dengan harga di atas Rp144 juta per unit. Pembebasan PPN dan PPh final 1% tak berlaku.
"Meski berselisih satu sen pun dari ketetapan harga tersebut, seluruh skema keringanan pajak itu tak berlaku. Sebab, tak ada regulasi yang hingga saat ini mengatur hal tersebut," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat REI Teguh Satria kepada Bisnis, hari ini.
Sumber: bisnis.com
No comments:
Post a Comment