Tuesday, November 2, 2010

Harapan Besar Sektor Pajak

Dalam berbagai bidang kehidupan bisa dipastikan selalu ada tujuan yang diinginkan atau diharapkan. Ketika keinginan atau harapan tidak tercapai, rasa kecewa juga pasti ada. Langkah evaluasi tentu menjadi sesuatu yang harus dilakukan, begitu pun dalam persoalan pajak. Ketika tujuan mengumpulkan uang pajak tidak tercapai, pemerintah dan berbagai pihak pasti kecewa dan segera melakukan evaluasi untuk mencapai perbaikan selanjutnya.

Lalu, apakah karena tujuan pajak belum tercapai akan memupuskan asa kita? Diakui bahwa pajak adalah satu persoalan yang selalu menarik untuk didiskusikan dan dicarikan jalan keluarnya. Persoalan pajak adalah persoalan sejarah peradaban manusia yang menjadi perhatian dan kajian akademisi dan praktisi. Mendiskusikan pajak acap kali tidak pernah tuntas.
Justify Full
Mengapa? Karena pajak terkait berbagai aspek kehidupan manusia. Ketika pemerintah mengumumkan penerimaan pajak tidak tercapai, masyarakat pasti menggugat pajak. Jangankan penerimaan pajak yang tidak tercapai, penerimaan pajak tercapai pun tetap saja pajak digugat. Alasan gugatan, rencana penerimaan pajak yang disusun pemerintah tidak tepat.

Jadi, apa pun yang dilakukan pemerintah cq Ditjen Pajak selalu digugat masyarakat.

Harapan

Gugatan terhadap pajak pada hakikatnya menunjukkan benci sekaligus cinta penggugat akan pajak. Mereka yang menggugat menginginkan suksesnya pajak. Adanya berbagai gugatan pajak, seakan ingin memproklamasikan diri adanya asa kita semua pembangunan bisa terus berlanjut.

Asa suksesnya pengumpulan uang pajak bisa diiibaratkan sebuah lagu berjudul Benci tapi Rindu. Benci dikarenakan pajak selalu memberikan gambaran yang masih menakutkan karena sifatnya memaksa. Sedangkan rindu memberikan gambaran agar pajak bisa memberikan peran lebih dalam hal penggunaan atau hasilnya. Setiap orang secara sadar atau tidak, pasti merindukan kondisi masyarakat adil dan sejahtera. Kondisi tersebut hanya bisa terwujd melalui alat pajak.

Cita-cita luhur bangsa yang tercantum dalam konstitusi sudah menegaskan hal itu. Siapa pun pemimpin bangsa selayaknya mampu memberikan asa kepada rakyat. Asa menjadi amat penting menjadikan hidup lebih bergairah. Pemimpin bangsa wajib menyemangati rakyatnya menuju masa depan lebih cerah. Itulah konsekuensi logis menjadi pemimpin.

Pajak harus menjadi asa semua orang menciptakan kondisi lebih baik. Jika pajak tidak lagi bisa menjadi asa masyarakat, keadilan yang diinginkan akan menjadi siasia belaka. Ganti era Ketika migas (minyak dan gas bumi) menjadi era keemasan pembiayaan pembangunan, pajak tampaknya tidak menjadi perhatian. Namun, ketika disadari migas akan habis, barulah pajak menjadi perhatian serius pemerintah.

Era keemasan migas mendominasi pembiayaan negara, sudah ditinggalkan sekitar tahun 1991 dan 1992 lalu. Sejak saat menggantikan keemasan migas. tahun 1991/tegas mencatat itu semua. Sebagai perbandingan penerimaan migas dan pajak tahun 1991/1992, terlihat jelas, misalnya migas hanya memberikan kontribusi 15,1 triliun rupiah lebih sedangkan pajak sudah mencapai 19,6 triliun rupiah.

Era keemasan pajak lebih mencolok sejak APBN tahun 2001 dengan porsi 44,52 persen sedangkan migas hanya 27,31 persen. Bahkan, era keemasan pajak tahun 2004 amat dominan dibanding migas. Pajak sudah mencapai angka sekitar 219 triliun rupiah lebih atau 62,70 persen dari APBN. Sedangkan migas hanya 44 rupiah triliun atau 12,57 persen.

Asa pajak lebih fantastik lagi di tahun 2010 dengan total rencana APBN sekitar 949 triliun rupiah lebih. Dari angka itu, pajak menyumbang sekitar 611 triliun rupiah atau 64,36 persen, sedangkan migas hanya 120 triliun rupiah atau 12,69 persen. Dalam hitungan angka, memang meningkat. Akan tetapi kondisi nyata masih menunjukkan belum meratanya kesejahteraan. Kalau begitu, di mana salahnya? Yang pasti, penggunaan uang pajak yang tidak mencapai sasaran.

Itulah sebabnya mengapa pajak selalu digugat dan juga dirindukan masyarakat. Bahkan, menjadi aneh pula ketika sumbangsih pajak pada negara terus meningkat, di sisi lain rakyat miskin masih banyak. Pemandangan setiap pagi menunjukkan berdiri berjajar menanti tumpangan di jalur atau kawasan lalu lintas three in one. Demikian juga puluhan anak tidak sekolah serta pengamen di lampu merah. Kenyataan keseharian terlihat jelas dengan kasat mata.

Semuanya seakan menyimpulkan ketidakadilan penggunaan uang pajak harus segera dibenahi. Kondisi ketidakadilan lebih kontras lagi ketika mendengar sebagian anggota Dewan punya program studi banding ke luar negeri guna meningkatkan kualitas pekerjaannya. Masyarakat jadi bertanya, dari mana sumber pembiayaan perjalanan mereka ke luar negeri.

Apabila kondisi ketidakadilan penggunaan uang pajak terus-menerus terjadi, asa masyarakat menuju cita-cita pasti kandas. Tujuan memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, hanya akan menjadi ukiran tulisan yang manis didengar. Kalau bertanggung jawab negara bertanggung semua. Presiden dan kepala berkomitmen kuat menyejahterakan bangsa melalui lanjutannya, kapan kritikan dan masukan kinerja pemerintah menjadi amat bermanfaat manakala kritikan dimaknai dalam arti positif.

Berbagai evaluasi pemerintah yang digambarkan di media bisa menjadi baiknya kinerja di tahun-tahun mendatang. analisis penulis, penggunaan yang digunakan belum mencapai keadilan dan masyarakat. evaluasi keseluruhan agar asa masyarakat sejahtera bisa dinikmati segera. Sungguh sangat membanggakan apabila seluruh instansi pemerintah dan institusi lain betul-betul membuat program kerja atau kegiatan nyata untuk kepedulian masyarakat luas.

Penggunaan uang pajak hendaknya digunakan untuk itu. Pikiran kita memanfaatkan uang pajak untuk keperluan pribadi (dikorupsi), kiranya bisa dijauhkan sejak dini. Jika itu terwujud, pemandangan ketidakadilan akan sirna dengan sendirinya.

Itulah asa kita semua. Dengan menciptakan asa besar seperti itu, terwujudlah sudah cita-cita bangsa memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang diidamkan bersama.

Sumber: Koran Jakarta, 2 Nopember 2010

No comments:

Post a Comment