Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyatakan aturan bea masuk atas ditribusi film merupakan aturan lama yang didasarkan pada ratifikasi atas Artikel 7 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Direktur Teknis Kepabeanan Heri Kristiono mengatakan aturan bea masuk atas distribusi film itu diterapkan tidak dengan surat edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai. “Itu dasarnya undang-undang, dan sudah dimasukkan dalam Undang-Undang Kepabeanan,” katanya saat dihubungi, Sabtu (19/2)
Heri mengatakan ratifikasi atas Artikel 7 WTO dilakukan lewat UU No 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
Karena itu, penerapan aturan bea masuk atas distribusi film ini sebenarnya sudah berjalan sejak lama, sejak UU yang meratifikasi WTO tersebut diberlakukan. “Itu (bea masuk) itu sudah berlaku sejak UU itu berlaku,” katanya.
Namun Heri enggan menjelaskan secara detail bagaimana mekanisme penarikan bea masuk atas distribusi film. “Segala sesuatunya masih kami rapatkan dan akan dilaporkan ke pak Menteri,” katanya.
Pihak Motion Picture Association of America (MPAA) yang memprotes penerapan kebijakan tersebut sudah bertemu dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Namun Heri enggan menjelaskan isi pertemuan tersebut. “Nanti saja supaya tidak simpang siur kami jelaskan Senin depan,” katanya.
Heri enggan menanggapi sikap MPAA yang mulai Jumat (18/2) kemarin sudah menarik film-film Hollywood dan film impor lainnya dari bioskop-bioskop. “Saya enggak tahu kalau itu,” katanya.
Seperi diketahui, Mulai Jumat (18/2) kemarin , tidak ada lagi film-film impor baik Hollywood maupun non-Hollywood yang beredar di bioskop-bioskop di Indonesia. Pasalnya, Motion Picture Association of America (MPAA) dan Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi) memprotes kebijakan Direktorat Jenderal Bea Cukai yang menerapkan bea masuk atas hak distribusi film impor.
Sumber: tempointeraktif.com
Direktur Teknis Kepabeanan Heri Kristiono mengatakan aturan bea masuk atas distribusi film itu diterapkan tidak dengan surat edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai. “Itu dasarnya undang-undang, dan sudah dimasukkan dalam Undang-Undang Kepabeanan,” katanya saat dihubungi, Sabtu (19/2)
Heri mengatakan ratifikasi atas Artikel 7 WTO dilakukan lewat UU No 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
Karena itu, penerapan aturan bea masuk atas distribusi film ini sebenarnya sudah berjalan sejak lama, sejak UU yang meratifikasi WTO tersebut diberlakukan. “Itu (bea masuk) itu sudah berlaku sejak UU itu berlaku,” katanya.
Namun Heri enggan menjelaskan secara detail bagaimana mekanisme penarikan bea masuk atas distribusi film. “Segala sesuatunya masih kami rapatkan dan akan dilaporkan ke pak Menteri,” katanya.
Pihak Motion Picture Association of America (MPAA) yang memprotes penerapan kebijakan tersebut sudah bertemu dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Namun Heri enggan menjelaskan isi pertemuan tersebut. “Nanti saja supaya tidak simpang siur kami jelaskan Senin depan,” katanya.
Heri enggan menanggapi sikap MPAA yang mulai Jumat (18/2) kemarin sudah menarik film-film Hollywood dan film impor lainnya dari bioskop-bioskop. “Saya enggak tahu kalau itu,” katanya.
Seperi diketahui, Mulai Jumat (18/2) kemarin , tidak ada lagi film-film impor baik Hollywood maupun non-Hollywood yang beredar di bioskop-bioskop di Indonesia. Pasalnya, Motion Picture Association of America (MPAA) dan Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi) memprotes kebijakan Direktorat Jenderal Bea Cukai yang menerapkan bea masuk atas hak distribusi film impor.
Sumber: tempointeraktif.com
No comments:
Post a Comment