Thursday, October 6, 2011

RIM Anggap RI Tak Mampu Bikin BlackBerry

Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Edy Putra Irawady, mengungkapkan alasan Research In Motion (RIM) tidak memilih Indonesia sebagai basis produksi BlackBerry.

Menurut dia, --yang mengaku telah menemui salah satu Vice President RIM di Kanada--, produsen ponsel BB tersebut menawarkan kontrak outsourcing kepada pengusaha Indonesia. Tetapi, hanya satu perusahaan yang menyatakan mampu dan sanggup menyediakan pembiayaan.

"Dia (petinggi RIM) bilang, saya sudah meriset juga. Saya mau bikin produksi BB begini, ada nggak perusahaan Indonesia yang bisa," kata Edy di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis 6 Oktober 2011.

"Artinya, perusahaan itu kapabel dengan modal sendiri, yang nawari satu orang, investasi sendiri tanpa saya. Di Malaysia, tiga orang yang mengatakan saya bisa investasi sendiri pakai modal sendiri. Anda tinggal pakai order sama saya," ujarnya.

Edy melanjutkan, RIM mengaku ada masalah pada perpajakan, yaitu mengira akan dikenai double tax jika mereka memproduksi di Indonesia. Padahal, ia mengatakan bahwa Indonesia sudah mempunyai kerja sama dengan Kanada, sehingga tidak akan terjadi penagihan pajak ganda.

"Saya tidak punya double tax, saya punya treaty (perjanjian) dengan Kanada. Kenapa Anda (RIM) nggak tanya dulu ke pemerintah. Bener nggak info ini (double tax), itu kesalahan fatal Anda," tutur Edy.

Informasi terkait pajak ganda, Edy menambahkan, diperoleh RIM dari konsultan pajaknya. Namun, ia menjelaskan ke depannya, RIM berjanji akan melihat secara komprehensif, terutama terkait pajak. Karena jika tidak ada perjanjian antar kedua negara, maka akan membayar pajak di Indonesia dan juga di negaranya.

"Dia dapat info itu. Okelah untuk tipe ini dibuat di Malaysia, itu salah satu pertimbangannya," ungkapnya.

Edy mengakui, kalau sudah sejak lama pemerintah menginginkan bertemu RIM untuk mempelajari cara pengembangan human capital, tidak hanya menawarkan investasi di Indonesia.

"RIM itu usaha utamanya adalah RND (research and development). Dia bangun di lingkungan dekat universitas, dia belum bikin perusahaan. Baru riset. Kemudian dari situ dia menghasilkan technology smart phone, kan begitu," kata dia.

Lalu yang kedua, kata Edy, dirinya juga belajar cara seleksi yang dilakukan oleh RIM untuk mendapatkan human capital yang unggul dan dari hasil seleksi nantinya untuk membuat produk BlackBerry.

"Apakah Indonesia masuk? Dia bilang masuk. Mereka milih SMA Majalengka, SMA Trimurti, ITS, Binus, itu ada di dalam list dia. Jadi, dia kasih sarana pengajaran dosen, nggak ngomong-ngomong, dari situ yang bagus-bagus direkrut intensif di tempat dia," kata Edy.

Kemudian, Edy juga menawarkan untuk memasok produk nilai tambah dalam bentuk lain yang bisa dilakukan dengan pihak RIM. Misalnya, orang Indonesia mahir membuat software, konten, maupun komponen.

"Lalu dia (RIM) tunjukkan yang dibutuhkan ada beberapa. Kalau begitu, saya bisa kasih komponen dong, saya bisa kasih konten dong, bisa derivasi, RIM bilang silakan," kata Edy.

Edy menjelaskan, derivasi di Indonesia dalam lima tahun terakhir misalnya, telah membuat casing sebesar US$5 juta, dan sudah menggunakan 11 perusahaan provider seluler serta perusahaan jasa kargo di Indonesia.

Terakhir, Edy mengaku bahwa Indonesia adalah pasar yang besar. Untuk itu, ia meminta keuntungan dari besarnya potensi pasar itu.

Sumber: Vivanews.com

No comments:

Post a Comment