Thursday, March 21, 2013

DKI Berlakukan PBB Progresif

Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan tarif Pajak Bumi dan Bangunan secara progresif tahun ini. Wajib pajak terbagi dalam empat golongan sesuai dengan nilai jual obyek pajak. Aturan ini diberlakukan untuk memberikan keadilan bagi wajib pajak.

”Sistem progresif ini menganut prinsip keadilan, setiap warga yang punya kemampuan ekonomi lebih besar, maka pajaknya lebih besar. Sebaliknya, warga yang memiliki kemampuan ekonomi kecil, beban pajak lebih kecil,” ujar Kepala Dinas Pelayanan Pajak Pemprov DKI Jakarta Iwan Setiawandi, Selasa (19/3), di Jakarta.

Pemberlakuan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) progresif ini mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang PBB Pedesaan dan Perkotaan. Sesuai aturan ini, golongan 1 wajib pajak diberi beban tarif PBB sebesar 0,01 persen per tahun dengan aset total nilai jual obyek pajak (NJOP) di bawah Rp 200 juta.

Golongan 2 merupakan wajib pajak yang mendapat beban tarif sebesar 0,1 persen per tahun dengan NJOP total Rp 200 juta-Rp 2 miliar. Golongan 3 wajib pajak berlaku tarif 0,2 persen per tahun dengan nilai total NJOP Rp 2 miliar-Rp 10 miliar. Sementara tarif golongan 4 sebesar 0,3 persen dengan total NJOP di atas Rp 10 miliar.

Implikasi pemberlakuan tarif dan pengelompokan wajib pajak itu, terjadi penurunan dan kenaikan pembayaran pajak dibanding tahun lalu. Untuk golongan 1, wajib pajak turun 90 persen dibanding tarif pajak tahun lalu. Golongan 2 turun 27 persen dan golongan 3 turun 0,05 persen. Sementara wajib pajak golongan 4 justru naik 30 persen dibanding tahun lalu. ”Ini yang kami sebut pajak prorakyat,” kata Iwan.

Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, sistem pajak progresif tidak akan mengurangi potensi pendapatan daerah. Justru dengan mekanisme ini pendapatan bisa melonjak tinggi hingga Rp 1 triliun.
”Sistem progresif memberi kesempatan bagi warga kecil untuk berkembang,” kata Basuki.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta Sarman Simanjorang menilai, kebijakan ini bisa mengganggu iklim investasi di sektor properti. Seharusnya perubahan pembayaran pajak disesuaikan dengan kemampuan dunia usaha. ”Kalangan pengusaha sudah berat membayar upah buruh. Belum lagi kenaikan tarif listrik,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana mengatakan, pajak progresif masih dalam masa uji coba. ”Kami akan melihat bagaimana pelaksanaannya di lapangan. Jika lebih baik, akan diteruskan,” ujarnya.

Sumber: kompas.com

No comments:

Post a Comment