Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
memberlakukan tarif Pajak Bumi dan Bangunan secara progresif tahun ini.
Wajib pajak terbagi dalam empat golongan sesuai dengan nilai jual obyek
pajak. Aturan ini diberlakukan untuk memberikan keadilan bagi wajib
pajak.
”Sistem progresif ini menganut prinsip keadilan, setiap
warga yang punya kemampuan ekonomi lebih besar, maka pajaknya lebih
besar. Sebaliknya, warga yang memiliki kemampuan ekonomi kecil, beban
pajak lebih kecil,” ujar Kepala Dinas Pelayanan Pajak Pemprov DKI
Jakarta Iwan Setiawandi, Selasa (19/3), di Jakarta.
Pemberlakuan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) progresif ini mengacu pada Peraturan
Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang PBB Pedesaan dan Perkotaan. Sesuai
aturan ini, golongan 1 wajib pajak diberi beban tarif PBB sebesar 0,01
persen per tahun dengan aset total nilai jual obyek pajak (NJOP) di
bawah Rp 200 juta.
Golongan 2 merupakan wajib pajak yang mendapat
beban tarif sebesar 0,1 persen per tahun dengan NJOP total Rp 200
juta-Rp 2 miliar. Golongan 3 wajib pajak berlaku tarif 0,2 persen per
tahun dengan nilai total NJOP Rp 2 miliar-Rp 10 miliar. Sementara tarif
golongan 4 sebesar 0,3 persen dengan total NJOP di atas Rp 10 miliar.
Implikasi
pemberlakuan tarif dan pengelompokan wajib pajak itu, terjadi penurunan
dan kenaikan pembayaran pajak dibanding tahun lalu. Untuk golongan 1,
wajib pajak turun 90 persen dibanding tarif pajak tahun lalu. Golongan 2
turun 27 persen dan golongan 3 turun 0,05 persen. Sementara wajib pajak
golongan 4 justru naik 30 persen dibanding tahun lalu. ”Ini yang kami
sebut pajak prorakyat,” kata Iwan.
Wakil Gubernur DKI Basuki
Tjahaja Purnama mengatakan, sistem pajak progresif tidak akan mengurangi
potensi pendapatan daerah. Justru dengan mekanisme ini pendapatan bisa
melonjak tinggi hingga Rp 1 triliun.
”Sistem progresif memberi kesempatan bagi warga kecil untuk berkembang,” kata Basuki.
Ketua
Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta Sarman
Simanjorang menilai, kebijakan ini bisa mengganggu iklim investasi di
sektor properti. Seharusnya perubahan pembayaran pajak disesuaikan
dengan kemampuan dunia usaha. ”Kalangan pengusaha sudah berat membayar
upah buruh. Belum lagi kenaikan tarif listrik,” katanya.
Sementara
itu, Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana mengatakan, pajak progresif
masih dalam masa uji coba. ”Kami akan melihat bagaimana pelaksanaannya
di lapangan. Jika lebih baik, akan diteruskan,” ujarnya.
Sumber: kompas.com
No comments:
Post a Comment