JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menargetkan bisa mengeluarkan arahan bisnis belanja online atau roadmap e-commerce pada Agustus 2015 nanti. Penyusunan cetak biru bisnis online ini menggandeng beberapa institusi dan kementerian lain.
Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, saat ini beberapa kementerian masih menampung masukan dari pebisnis e-commerce untuk mencari substansi persoalan. “Nantinya roadmap e-commerce yang akan keluar Agustus berangkat dari substansi persoalan itu,” kata Rudiantara, Selasa (19/5). Adapun poin-poin yang bakal diatur dalam cetak biru ini adalah soal logistik, fiskal atau pajak, investasi, juga sistem pembayaran. Poin-poin ini masih dalam pembahasan.
Sedangkan instansi yang bakal terlibat selain Kominfo adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Badan Ekonomi Kreatif (BEK). Setelah cetak biru bisnis belanja online ini keluar, masing-masing instansi tersebut bisa mengeluarkan aturan sebagai petunjuk teknis pelaksanaannya.
“Asalkan, tetap mengacu kepada roadmap tersebut,” kata Rudiantara. Masalah krusial di cetak biru bisnis e-commerce adalah perpajakan. Rencana pengenaan pajak transaksi online ini masih dibahas oleh Kementrian Keuangan. Karena itu, hingga kini belum tegas jenis pajak apa yang hendak dipungut. Apakah pajak penghasilan (PPh) atau lainnya.
Namun, Asosiasi e-Commerce Indonesia (iDEA) memberikan masukan ke pemerintah agar menangguhkan pengenaan pajak ini. Ketua iDEA Daniel Tumiwa bilang, di negara yang bisnis e-Commercenya cukup matang seperti China, masih dibebaskan dari pajak selama lima tahun. “Kami minta ada penangguhan pajak minimal tiga tahun, setelah menghasilkan baru bisa kena pajak,” paparnya. Langkah penting sebelum memungut pajak adalah membuat perusahaan belanja online yang sebagian besar masih perusahaan rintisan atawa start up berbadan hukum. Dengan begitu lebih mudah untuk memungutnya. Sedangkan bagi pebisnis individu, Idea menyarankan tidak perlu dikenakan pajak, tapi yang kena pajak cukup penyelenggara platform belanja online. Selanjutnya Idea meminta pemerintah membuka investasi ini untuk asing supaya pebisnis lokal bisa belajar dari asing, terutama konten. “Kami butuh asing untuk tingkatkan kualitas,” kata pendiri dan pimpinan Tokopedia William Tanuwijaya.
Sumber: KONTAN
Sedangkan instansi yang bakal terlibat selain Kominfo adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Badan Ekonomi Kreatif (BEK). Setelah cetak biru bisnis belanja online ini keluar, masing-masing instansi tersebut bisa mengeluarkan aturan sebagai petunjuk teknis pelaksanaannya.
“Asalkan, tetap mengacu kepada roadmap tersebut,” kata Rudiantara. Masalah krusial di cetak biru bisnis e-commerce adalah perpajakan. Rencana pengenaan pajak transaksi online ini masih dibahas oleh Kementrian Keuangan. Karena itu, hingga kini belum tegas jenis pajak apa yang hendak dipungut. Apakah pajak penghasilan (PPh) atau lainnya.
Namun, Asosiasi e-Commerce Indonesia (iDEA) memberikan masukan ke pemerintah agar menangguhkan pengenaan pajak ini. Ketua iDEA Daniel Tumiwa bilang, di negara yang bisnis e-Commercenya cukup matang seperti China, masih dibebaskan dari pajak selama lima tahun. “Kami minta ada penangguhan pajak minimal tiga tahun, setelah menghasilkan baru bisa kena pajak,” paparnya. Langkah penting sebelum memungut pajak adalah membuat perusahaan belanja online yang sebagian besar masih perusahaan rintisan atawa start up berbadan hukum. Dengan begitu lebih mudah untuk memungutnya. Sedangkan bagi pebisnis individu, Idea menyarankan tidak perlu dikenakan pajak, tapi yang kena pajak cukup penyelenggara platform belanja online. Selanjutnya Idea meminta pemerintah membuka investasi ini untuk asing supaya pebisnis lokal bisa belajar dari asing, terutama konten. “Kami butuh asing untuk tingkatkan kualitas,” kata pendiri dan pimpinan Tokopedia William Tanuwijaya.
Sumber: KONTAN
No comments:
Post a Comment