JAKARTA - Perlambatan ekonomi membawa korban! Banyak perusahaan yang sudah melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK ke karyawannya.
Ada enam sektor usaha yang terpaksa harus merumahkan karyawannya. Mereka adalah industri tekstil, alas kaki, perusahaan pertambangan, jasa minyak dan gas, perusahaan semen serta otomotif.
Mari kita tengok satu per satu datanya. Data Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyebutkan, sejak Januari 2015, industri sepatu Indonesia telah melakukan PHK secara bertahap terhadap 11.000 pekerja.
Adapun, di sektor pertambangan, kondisinya lebih parah lagi. Sektor industri tambang yang mengalami bisnis minus 2,32% di kuartal I 2015, telah melakukan PHK terhadap ratusan ribu pekerja.
Khusus di sektor batubara, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengatakan jumlah pekerja di sektor tambang ini sudah berkurang setengah atau sekitar 400.000-500.000 orang dari total pekerja sekitar 1 juta orang.
PHK di industri batubara terjadi karena perusahaan mengurangi volume produksi demi meminimalisir kerugian akibat merosotnya harga batubara di dunia. “Langkah efesiensi sulit dilakukan, makanya banyak karyawan dirumahkan,” tandas Pandu P. Sjahrir, Ketua Umum APBI, Rabu (20/5).
Di sektor mineral, PHK besar-besaran telah terjadi sejak tahun lalu saat pemerintah melarang ekspor mineral. “Saat ini, ancaman PHK masih terjadi di perusahaan penghasil logam dan konsentrat,” tutur Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia.
Adapun di sektor ritel masih akan menunggu perkembangan ekonomi. Namun, bila daya beli masyarakat terus terperosok, bukan mustahil kalau sektor ini akan merumahkan karyawan. “Kami masih wait and see,” ujar Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta. Harapannya, kondisi pahit ini tak terjadi.
Gelombang PHK yang sudah terjadi di sejumlah sektor industri ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. Bila merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di tanah air memang terus bertambah. Bahkan, di bulan Februari 2015, menjadi puncak angka pengangguran tertinggi di Indonesia sejak Agustus 2012.
Jika bulan Agustus 2012, pengangguran tercatat 7,24 juta orang, maka di bulan Februari 2015, jumlahnya bertambah menjadi 7,45 juta orang.
Catatan BPS, tingkat pengangguran terbuka pada bulan Februari 2015 lalu mencapai 5,8% dari total angkatan kerja sebanyak 128,3 juta. Dus, jika perlambatan ekonomi berlanjut, jumlah pengangguran dipastikan akan bertambah.
Sejumlah terobosan untuk menggairahkan ekonomi harus dilakukan agar target pemerintah mengurangi angka pengangguran sebesar 5,6% dari angkatan kerja di tahun ini tercapai.
Salah satunya dengan merealisasikan proyek infrastruktur. “Jika proyek infrastruktur sesuai rencana dan penggunaan tenaga domestik signifikan, ada peluang pengangguran di Agustus turun,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo, kepada KONTAN.
Sumber: Kontan
Ada enam sektor usaha yang terpaksa harus merumahkan karyawannya. Mereka adalah industri tekstil, alas kaki, perusahaan pertambangan, jasa minyak dan gas, perusahaan semen serta otomotif.
Mari kita tengok satu per satu datanya. Data Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyebutkan, sejak Januari 2015, industri sepatu Indonesia telah melakukan PHK secara bertahap terhadap 11.000 pekerja.
Adapun, di sektor pertambangan, kondisinya lebih parah lagi. Sektor industri tambang yang mengalami bisnis minus 2,32% di kuartal I 2015, telah melakukan PHK terhadap ratusan ribu pekerja.
Khusus di sektor batubara, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengatakan jumlah pekerja di sektor tambang ini sudah berkurang setengah atau sekitar 400.000-500.000 orang dari total pekerja sekitar 1 juta orang.
PHK di industri batubara terjadi karena perusahaan mengurangi volume produksi demi meminimalisir kerugian akibat merosotnya harga batubara di dunia. “Langkah efesiensi sulit dilakukan, makanya banyak karyawan dirumahkan,” tandas Pandu P. Sjahrir, Ketua Umum APBI, Rabu (20/5).
Di sektor mineral, PHK besar-besaran telah terjadi sejak tahun lalu saat pemerintah melarang ekspor mineral. “Saat ini, ancaman PHK masih terjadi di perusahaan penghasil logam dan konsentrat,” tutur Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia.
Adapun di sektor ritel masih akan menunggu perkembangan ekonomi. Namun, bila daya beli masyarakat terus terperosok, bukan mustahil kalau sektor ini akan merumahkan karyawan. “Kami masih wait and see,” ujar Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta. Harapannya, kondisi pahit ini tak terjadi.
Gelombang PHK yang sudah terjadi di sejumlah sektor industri ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. Bila merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di tanah air memang terus bertambah. Bahkan, di bulan Februari 2015, menjadi puncak angka pengangguran tertinggi di Indonesia sejak Agustus 2012.
Jika bulan Agustus 2012, pengangguran tercatat 7,24 juta orang, maka di bulan Februari 2015, jumlahnya bertambah menjadi 7,45 juta orang.
Catatan BPS, tingkat pengangguran terbuka pada bulan Februari 2015 lalu mencapai 5,8% dari total angkatan kerja sebanyak 128,3 juta. Dus, jika perlambatan ekonomi berlanjut, jumlah pengangguran dipastikan akan bertambah.
Sejumlah terobosan untuk menggairahkan ekonomi harus dilakukan agar target pemerintah mengurangi angka pengangguran sebesar 5,6% dari angkatan kerja di tahun ini tercapai.
Salah satunya dengan merealisasikan proyek infrastruktur. “Jika proyek infrastruktur sesuai rencana dan penggunaan tenaga domestik signifikan, ada peluang pengangguran di Agustus turun,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo, kepada KONTAN.
Sumber: Kontan
No comments:
Post a Comment