Monday, August 30, 2010

Agus Marto: Jangan Bandingkan Rasio Pajak RI dengan Negara Lain

Pemerintah menilai tidak pantas jika tingkat rasio pajak (tax ratio) di Indonesia dibanding-bandingkan dengan tax ratio negara lain. Sebab perhitungan tax ratio di Indonesia berbeda dengan negara lain.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam rapat Paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (31/8/2010).

"Di Indonesia, perhitungan tax ratio hanya mencakup penerimaan perpajakan pusat, tanpa memperhitungkan penerimaan yang berasal dari daerah dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana diterapkan di negara-negara lain. Oleh karena itu, tax ratio Indonesia tidak bisa serta merta dibandingkan secara langsung dengan tax ratio negara-negara lain," katanya menjawab kritikan fraksi di DPR soal rendahnya tax ratio.

Agus mengakui, saat ini rasio antara penerimaan perpajakan terhadap PDB (tax ratio) berada pada kisaran 12-13%. Agus Marto mengakui jika dibandingkan negara-negara lain, tax ratio Indonesia relatif lebih rendah.

Selain itu, Agus juga menjelaskan, dalam periode 2005-2009, penerimaan perpajakan mengalami pertumbuhan rata-rata 15,6%. Dari sisi volume, penerimaan perpajakan mengalami lonjakan yang signifikan, yaitu dari Rp 1.034,1 triliun dalam periode 2000-2004 menjadi Rp 2.525,8 triliun dalam periode 2005-2009.

Demikian pula kontribusi penerimaan perpajakan terhadap pendapatan negara dan hibah meningkat, dari 70,1% pada tahun 2005 menjadi 73% pada tahun 2009. Diharapkan bisa mencapai 77,3% pada tahun 2011.

Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu sempat menyatakan tax ratio Indonesia jika digabung dengan penerimaan perpajakan daerah bisa mencapai 14%.

"Tax ratio itu, 12% dari pusat, dan 2% dari daerah. Jadi total 14% setara dengan negara tetangga," ujarnya.

Namun, lanjut Anggito masih banyak sektor yang di bawah rata-rata penerimaan PPN dan PPh terhadap PDB pusat yang sebesar 10,8%. Sektor itu antara lain pertanian, pertambangan, angkutan, telekomunikasi, perdagangan, konstruksi, dan jasa.

"Tapi kalau sektor pertanian itu kan disubsidi, jadi tidak bisa dipaksakan. Sektor lain itu masih under tax sehingga masih bisa ditingkatkan," tandasnya.

Sumber: DetikFinance



Menkeu: Tax ratio RI tak bisa dibandingkan

JAKARTA: Pemerintah menyatakan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB/tax ratio) Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan tax ratio di negara lain.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan rendahnya tax ratio Indonesia dibandingkan dengan sejumlah negara lain disebabkan adanya perbedaan cakupan pada perhitungannya.

Di Indonesia, jelasnya, perhitungan tax ratio hanya mencakup penerimaan perpajakan pusat tanpa memperhitungkan penerimaan yang berasal dari pajak daerah dan penerimaan dari sumber daya alam sebagaimana yang diterapkan negara lain.

"Oleh karena itu, tax ratio Indonesia tidak bisa serta-merta dibandingkan secara langsung dengan tax ratio negara-negara lain," katanya saat menyampaikan jawaban pemerintah terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi DPR atas RUU APBN 2011 beserta Nota Keuangan dalam sidang paripurna DPR, hari ini.

Menkeu menuturkan pada dasarnya perkembangan penerimaan perpajakan dari tahun ke tahun sudah menunjukkan adanya perbaikan yang cukup pesat.

"Dalam periode 2005-2009 penerimaan perpajakan mengalami pertumbuhan rata-rata 15,6%. Dari sisi volume penerimaan perpajakan mengalami lonjakan yang signifikan, yaitu dari Rp1.034,1 triliun dalam periode 2000-2004 menjadi Rp2.525,8 triliun dalam periode 2005-2009," tuturnya.

Kontribusi penerimaan perpajakan terhadap pendapatan negara dan hibah juga tercatat meningkat dari 70,1% pada 2005 menjadi 73,0% pada 2009. "Diharapkan mencapai 77,3% pada 2011," ujar Menkeu.

Dalam 2011, penerimaan perpajakan direncanaka mencapai Rp839,5 triliun atau meningkat 12,9% dari APBNP 2010.

Menkeu mengatakan untuk mencapai sasaran penerimaan perpajakan tersebut akan dilakukan sejumlah langkah optimalisasi penggalian potensi pajak, mengingat terdapat potensi penerimaan perpajakan yang hilang, seperti BPHTB (bea perolehan hak atas tanah dan bangunan) dan sebagian PBB (pajak bumi dan bangunan) sektor perdesaan dan perkotaan serta kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih.

"Dalam rangka melakukan penggalian potensi pajak, pemerintah akan melakukan langkah-langkah perbaikan agar potensi pajak yang ada dapat direalisasikan secara maksimal, sehingga kontribusi terhadap penerimaan negara dari sektor pajak akan terus meningkat," ujarnya.(er)

Sumber: bisnis.com

No comments:

Post a Comment