Monday, November 15, 2010

Pemerintah Bentuk Tim "Transfer Pricing"

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memastikan akan membentuk tim khusus untuk mengoreksi kesepakatan transfer pricing. Tim ini nantinya bertugas menyiapkan posisi (position paper) Ditjen Pajak sekaligus melakukan koordinasi dan melakukan supervisi dengan unit-unit kerja.

Tugas lain tim ini adalah menjadi anggota delegasi perunding dalam pelaksanaan pertemuan konsultasi dalam kasus perundingan transfer pricing antara Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan mitra di luar negeri.

Secara teknis, tim khusus ini juga berwenang meminta data, informasi, atau dokumen koreksi transfer pricing WPDN dan mitranya di luar negeri. "Tim khusus ini sementara masih digodok, saya harapkan secepatnya bisa bertugas," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Iqbal Alamsjah kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Rencana pembentukan tim ini tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor Per-48/PJ/2010 yang berlaku sejak 3 November 2010. Beleid ini untuk membenahi dugaan terjadinya kasus-kasus transfer pricing. Berdasarkan Pasal 24, tim khusus ini terdiri dari perwakilan Direktorat Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, dan unit pelaksana pemeriksaan yang berkaitan dengan koreksi transfer pricing.

Sebagaiman kita tahu, transfer pricing adalah trik penghindaran pajak oleh satu perusahaan dengan cara bertransaksi dengan perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga tak wajar. Akibatnya, perusahaan tampak rugi atau untung tipis sehingga membayar Pajak Penghasilan (PPh) lebih kecil daripada seharusnya.

Harus melibatkan pihak luar Ditjen Pajak

Pengamat perpajakan Roni Bako menuturkan, mestinya Ditjen Pajak melibatkan pihak luar di tim khusus ini. "Bagaimanapun kasus-kasus transfer pricing ini melibatkan banyak pihak, termasuk perusahaan-perusahaan di luar negeri," kata Roni.

Dari dalam Kementerian Keuangan sendiri, Ditjen Pajak harus merangkul Komite Perpajakan yang dikomandoi Anwar Suprijadi, mantan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. "Bagaimanapun mereka yang berwenang atas setiap kasus perpajakan," kata Roni.

Selain melibatkan kalangan dalam Ditjen Pajak dan Kementerian Keuangan, Roni menyarankan agar Ditjen Pajak juga menyertakan kepolisian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan kejaksaan. "Sebab, di tiap institusi ini sudah ada unit kejahatan ekonomi," kata Roni.

Di negara lain seperti Amerika Serikat dan Filipina, tim khusus gabungan tersebut sudah ada dan terbukti efektif mengatasi kasus-kasus transfer pricing. "Yang terpenting di sini adalah tindak lanjut dari tim khusus ini dan ada hasil konkret," kata Roni.

Iqbal pun berjanji akan mempertimbangkan usulan Roni. Menurut Iqbal, bisa saja tim khusus ini nantinya beranggotakan pihak di luar Ditjen Pajak. "Setelah kami bentuk, tim ini akan diusulkan ke Menteri Keuangan, dan bisa saja Menteri Keuangan atas usulan berbagai pihak memasukkan unsur luar ke dalam tim khusus ini," kata Iqbal.

Dia berharap, pembentukan tim khusus dan pemberlakukan Perdirjen 48 tersebut dapat menambah target penerimaan pajak. "Tambahan ini hasil koreksi dari adanya ketidakbenaran informasi dari WPDN dalam negeri dengan counterpart mereka di luar negeri," kata Iqbal.

Namun, seberapa besar hal ini dapat mendongkrak penerimaan pajak belum bisa dihitung saat ini. Pasalnya, koreksi transfer pricing itu baru terlaksana per November ini. "Kami belum tahu karena dengan Perdirjen 48 kita melihat sampai sejauh mana penerapan transfer pricing ini," ucap Iqbal.

Iqbal mengharapkan, kontribusi dari koreksi transfer pricing ini akan cukup besar mendongkrak penerimaan pajak. "Mudah-mudahan seperti itu," harapnya.

Sumber: kompas.com

No comments:

Post a Comment