Tuesday, December 21, 2010

Audit BPK: 80% Kinerja Ditjen Pajak Langgar UU, Potensi Kerugian Rp 1,7 Triliun!

Jakarta - Laporan audit kinerja Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Pajak oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan hal yang fantastis. Dari laporan yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut diketahui bahwa 80% kinerja Ditjen Pajak menunjukkan banyak pelanggaran ketentuan Undang-Undang dengan potensi kerugian negara yang mencapai Rp 1,7 triliun.

Demikian diungkapkan Ketua Panitia Kerja (Panja) Perpajakan Komisi XI DPR-RI Melchias Markus Mekeng kepada detikFinance di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, Rabu malam (15/12/2010).

"Laporan BPK sudah masuk memang dan hasilnya sangat fantastis. Hasil laporan audit kinerja Ditjen Pajak 80%-nya menunjukkan pelanggaran ketentuan Undang-Undang dengan potensi kerugian negara yang sangat besar," ujar Melchias.

Melchias menambahkan, hasil dari laporan BPK tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan oleh Ditjen Pajak dalam hal ini menjadi tanggung jawab penuh Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) M. Tjiptardjo.

"Kerugian negara yang besar tersebut harus menjadi tanggung jawab Dirjen Pajak," kata Melky sapaan akrab Melchias.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini juga mengatakan, laporan yang dinilai cukup tebal tersebut akan segera dibahas masa sidang selanjutnya setelah reses.

Ditempat yang sama Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis mengungkapkan potensi kerugian negara berdasarkan laporan BPK tersebut sebesar Rp 1,7 triliun.

"Kerugiannya mencapai sekitar Rp 1,7 triliun. Ini harus dipertanggungjawabkan," tegasnya.

Harry menambahkan, Panja Perpajakan DPR memang meminta dua laporan yakni audit kinerja dan audit investigasi. Harry mengatakan untuk laporan audit investigasi DPR masih menunggu laporan dari BPK.

Sebelumnya, Komisi XI DPR-RI telah menggunakan kewenangannya untuk meminta BPK melakukan audit investasi berbasis kinerja terhadap Direktorat Jenderal Pajak. Hal tersebut dilakukan karena panitia kerja (Panja) yang saat ini sudah dibentuk tidak menghasilkan sesuatu yang memuaskan.

DPR menjelaskan selama ini Ditjen Pajak terkesan berputar-putar dalam menjelaskan masalah perpajakan dalam setiap rapat Panja.

Masalah kasus tertahannya restitusi perpajakan yang dialami Permata Hijau Sawit (PHS) senilai Rp 530 miliar menjadi salah satu contohnya. Maka dari itu DPR meminta BPK untuk turun tangan.

Sumber: detikFinance

No comments:

Post a Comment