Jakarta, Kompas - Kementerian Keuangan dan Komisi XI DPR sepakat bahwa kewenangan Komisi Pengawas Perpajakan hanyalah sebagai pemberi informasi tentang penyelundupan atau penyelewengan aparat. Sementara kewenangan untuk menindaklanjuti informasi itu harus diserahkan kepada unit operasional di Kementerian Keuangan.
”Saya menyambut baik kesepakatan bahwa Komite Pengawas Perpajakan (KPP) diperbolehkan menyampaikan informasi (tentang penyelundupan) dan selanjutnya hanya unit pelaksana yang akan melanjutkan penindakannya,” ujar Ketua Komisi XI DPR Emir Moeis di Jakarta, Selasa (8/2), saat memimpin rapat kerja dengan Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
Menurut Menteri Keuangan, KPP akan diminta untuk menyampaikan setiap informasi yang mereka miliki jika terjadi penyimpangan dalam proses pelayanan di dua unit penghimpun penerimaan negara terbesar, yakni Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai.
Informasi itu selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Ditjen Pajak ataupun Ditjen Bea dan Cukai.
”Yang terpenting, upaya untuk menekan penyelundupan harus terus dilakukan,” ujar Agus.
Selain itu, konsep perpajakan juga sudah mengacu pada seluruh penerimaan negara yang dihimpun, baik oleh Ditjen Pajak maupun Ditjen Bea dan Cukai, antara lain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR sebelumnya, Agus menolak keinginan beberapa anggota Komisi XI DPR untuk mencabut peraturan yang memberikan kewenangan kepada KPP mengawasi kinerja Ditjen Bea dan Cukai. Intervensi KPP dalam pemeriksaan transaksi ekspor dan impor ilegal di pelabuhan sangat diperlukan untuk memberantas penyelundupan.
Aturan yang dipertahankan oleh Menteri Keuangan adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 133 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan.
Sumber: Harian Kompas, 9 Februari 2011
No comments:
Post a Comment