Sunday, May 8, 2011

Kebanyakan Kena Pajak, Industri Bioskop Merasa 'Diobok-obok'

Jakarta - Pemerintah menerapkan pajak 'ini-itu' pada film impor, termasuk royalti dalam perhitungan bea masuk, tanpa berkomunikasi dengan pemilik bioskop. Pemerintah dianggap tidak realistis dalam mengeluarkan kebijakan hingga akan mematikan industri secara perlahan.

"Realistislah kita berfikir," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Johny Syafrudin saat berbincang dengan detikFinance, Senin (9/5/2011).

Johny mengaku, pengusaha bioskop tidak pernah diajak berdiskusi dengan pemerintah. Padahal kebijakan yang dikeluarkan berdampak langsung ke industri film, bahkan pusat ritel karena sepinya pengunjung dalam dua bulan kemarin.

"(Kebijakan) itu yang salah. Ngomong ke kita dulu dong. Kita terus diobok-obok, film impor susah. Selama ini belum diajak berunding. Pemerintah kan punya kekuasaan, panggil dong anak-anaknya, dan komunikasikan cara penyelesaian," tegasnya.

Menteri Budaya dan Pariwisata Jero Wacik, sebelumnya memang berencana akan menetapkan satu tarif bea masuk terhadap film impor. Pajak film impor bertujuan untuk melindungi film nasional. Menurutnya, film impor tetap masuk untuk melengkapi kebutuhan gedung bioskop yang ditargetkan bakal mencapai 1.000 layar bioskop di Indonesia pada 2014.

Namun hal ini sesuatu yang keliru, kata Johny. Jika ingin melindungi film dalam negeri bisa dengan penghapusan PPn 10%, tanpa menambah komponen bea masuk film impor.

"Mestinya prosedur PPn 10% dalam negeri jadi nol. Rawat dulu yang bagus. Buat dulu seperti itu, perkuat topangan film nasional. karena film nasional baru 20% yang berhasil. Jangan ganggu dulu impor," ucapnya.

Ia menambahkan, jika kebijakan bea terus berjalan dan importir menahan film berkualitas maka bioskop akan gulung tikar dalam dua bulan. Contoh konkrit adalah iklan pada surat kabar untuk film-film yang ditayangkan terpangkas, menjadi 1/2 halaman.

"Jam pertunjukan sudah berkurang, dari yang biasanya 5 jadi 4 kali. Yang 4 jadi 3. Yang tayang saat ini film-film yang independen. Yang lain masih stop," paparnya.

"Kami punya duit, duit sendiri. Jika rugi, sendiri. Masyarakat juga punya modal sendiri. (Pemerintah) jangan ikut campur dalam perdagangannya. Bagus masyarakat berbuat banyak. Pemerintah harus mengayomi," imbuh Jhony.

Sumber: detikFinance

No comments:

Post a Comment