Sunday, December 4, 2011

Pemerintah Cuma Mau Hapus Tunggakan Pajak di Bawah Rp 50.000

Jakarta - Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mempertimbangkan penghapusan piutang pajak bagi wajib pajak (WP) yang memiliki nilai di bawah Rp 50.000. Hal ini pun masih menjadi pertimbangkan pemerintah.

Dirjen Pajak Fuad Rahmany menyatakan dirinya tidak pernah berniat untuk melakukan penghapusan piutang pajak. Ia mengaku lebih memfokuskan pada penagihan piutang-piutang pajak tersebut.

"Pajak kadaluarsa itu jangan dibesar-besarkan, kita itu tidak pernah, belum menghapuskan kok, saya nggak tahu kenapa itu diributkan soal kadaluarsa, kita lebih bicara tentang penagihan. Sejak zaman saya, saya tidak pernah menghapus pajak. Kalau sebelumnya tidak tahu, kita tidak pernah menghapuskan pajak-pajak kadaluarsa," ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Selasa (22/11/2011).

Hanya saja, Fuad mengaku agak kerepotan dengan piutang pajak yang jumlahnya kecil di bawah Rp 50 ribu. Meskipun sedikit nilainya, tetapi jumlahnya cukup banyak sehingga pihaknya mengalami kesulitan dalam penagihannya.

"Yang saya tahu yang namanya PBB, orang-orang desa sekitar sampai puluhan juta orang yang piutang pajaknya di bawah 50 ribu rupiah, bayangkan, apa mau kejar yang kayak begitu," jelasnya.

Untuk itu, lanjut Fuad, dirinya menilai kalaupun ada rencana penghapusan maka piutang pajak yang kecil inilah yang direkomendasikan untuk dihapus.

"Ya kadaluarsa untuk hal misalkan yang tadi, pedesaan, terus utangnya di bawah Rp 50.000 per orang per rumah. masa ke sana untuk nagih, itu kan kalau 10 tahun tidak ditagih-tagih bisa kadaluarsa. tapi kita tidak mau ributin hal itu. Umumnya seperti itu (yang nilainya kecil). Ini kan contoh-contoh ynag sulit nagihnya, kita datang saja ke desa, lebih dari 50 ribu ongkosnya," tegasnya.

Sementara untuk piutang pajak yang bernilai besar dan kebanyakan dari perusahaan tambang, Fuad mengaku akan terus mengejar dan bekerja sama dengan kementerian teknis terkait.

Fuad menduga, laporan pajak (SPT) perusahaan tersebut belum tentu benar. Namun, laporan tersebut belum dapat diperiksa mengingat tidak adanya aparat khusus yang dapat menghitung pajak dari perusahaan tambang tersebut.

"Kita nggak ahli menghitung itu. selama ini kita menduga, saya perkirakan, data produksi bidang pertambangan tidak sepenuhnya tepat, itu perkiraan saja, bukan tuduhan, mungkin ada yang jujur tapi kan tidak semua," tandasnya.

Sumber: detikFinance

No comments:

Post a Comment