Tuesday, April 10, 2012

Pajak mengincar aset-aset keuangan

JAKARTA. Pemerintah berencana menambah objek pajak baru dari harta simpanan kita. Salah satu calon objek baru pajak ini adalah aset-aset di pasar keuangan.

Alasannya, selama ini kekayaan yang dikenai pajak setiap tahun cuma tanah dan bangunan. "Pajak atas kekayaan hanya di real asset, sementara kepemilikan di financial asset belum ada pajaknya," tegas Fuad Rahmany, Direktur Jenderal Pajak, akhir pekan lalu.

Padahal, sesuai rezim baru, hasil pajak bumi dan bangunan (PBB) menjadi domain pajak daerah. Karena itu, pemerintah berniat merevisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan untuk memuluskan niat penambahan objek pajak baru itu.

Fuad menjelaskan, aset di finansial memang sudah terkena pungutan pajak. Tapi, dasar pengenaan pajak ini masih berbasis pada peroleh hasil dari aset itu maupun bila ada transaksi.

Pendek kata, pengenaan pajak kekayaan dari aset finansial baru sebatas pengenaan pajak atas dividen, serta pajak atas hasil penjualan aset itu. "Kalau belum dijual tidak dikenai pajak. Padahal, apa bedanya aset finansial ini dengan kepemilikan atas rumah dan tanah,” ungkap dia.

Fuad mencontohkan saham pengendali sebuah perusahaan. Taruh kata si pendiri perusahaan awalnya memiliki 100% saham perusahaannya. Dia kemudian menjual 20% ke pasar saham melalui initial public offering (IPO). Jadi, dia masih memiliki 80% saham dan tetap menjadi pemegang saham pengendali. Nah, “Kalau nilai sahamnya naik terus, kan ada semacam kenaikan kekayaan,” ujarnya.

Jadi, menurut Ditjen Pajak, pertumbuhan nilai aset finansial pada dasarnya sama seperti kenaikan harga bangunan dan tanah yang naik setiap tahun. Dengan analogi itu, Ditjen Pajak berniat mengutip pajak dari aset-aset finansial.

Darussalam, pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, menganggap rencana pemerintah menambah objek pajak baru itu sangat lazim dan wajar. Sebab, sumber pajak itu berasal dari kekayaan, penghasilan, dan konsumsi. Apalagi, tren di dunia saat ini memang adalah memperluas basis pajak, tapi sekaligus menurunkan tarifnya.

Bagi Darussalam, selama usulan pemerintah selaras dengan tren perpajakan dunia, tidak akan terjadi gejolak yang besar. Malah, hal ini dapat menambah sumber pendapatan pajak bagi negara.

Jika pemerintah ingin meningkatkan pajak dari kekayaan, pemerintah bisa memperluas objek pajak yang termasuk dalam kategori kekayaan. Contoh, pajak atas properti, emas, benda seni, dan aset-aset keuangan lainnya.

Harry Azhar, Wakil Ketua Komisi XI DPR, mempersilakan jika pemerintah berniat menambah objek pajak baru. Namun, Harry menilai penambahan objek pajak atas aset keuangan bukanlah sesuatu yang mendesak. Sebab, saat ini sudah ada pajak kekayaan atas bunga deposito, juga transaksi saham.

Sumber: kontan.co.id

No comments:

Post a Comment