Tuesday, April 10, 2012

Pemerintah akan pajaki fringe benefit dan dividen

JAKARTA. Kantor pajak memastikan keinginan mereka untuk mengubah Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Amandemen UU ini bertujuan agar mereka bisa mengenakan pajak atas aset-aset di pasar keuangan.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dedi Rudaedi menjelaskan, pemerintah memang sedang mengkaji berlakunya pajak untuk fringe benefit dan dividen wajib pajak orang pribadi. "Ada kajian untuk fringe benefit dan dividen. Apabila diubah kebijakannya akan mengubah UU PPh," ujar Dedi kepada KONTAN, Senin (9/4).

Sekadar Anda tahu, yang dimaksud dengan fringe benefit jika mengacu www.investopedia.com, adalah kumpulan penghasilan dari seseorang, yang selama ini dibebaskan dari pajak dalam kondisi tertentu. Di akhir tahun, wajib pajak musti mencatat sesuai dengan harga pasar dan melaporkannya sebagai penghasilan kena pajak. Termasuk dalam kelompok fringe benefit ini adalah asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi pendidikan, dan lain-lain.

Dedi menjelaskan, pemerintah masih memerlukan penelitian lebih mendalam sebelum mengajukan amandemen undang-undang PPh tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pembahasan revisi ini jga masih akan dibahas dengan Menteri Keuangan dalam waktu dekat. "Ini masih tergantung kepada pimpinan, (Menkeu)," tandasnya.

Masih panjang

Sekadar catatan, dalam UU PPh yang masih berlaku saat inu, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak. Dalam perubahan nanti, pemerintah ingin menambah unsur kekayaan agar bisa menjadi objek pajak.

Dedi menjelaskan, kajian ini membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga dirinya tidak yakin UU tersebut bisa diamandemen tahun ini. "Itu susah dan membutuhkan kajian lama ya, jadi objek apa saja yang ditambah belum bisa kami sampaikan," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany bilang, selama ini kekayaan yang kena pajak bentuknya cuma pajak bumi dan bangunan (PBB). Pajak terhadap aset finansial belum pernah dikenakan pajak.

Fuad menyadari, rencana pengenaan objek pajak baru ini pasti akan menuai perdebatan sehingga pemerintah membutuhkan waktu lama untuk merancang undang-undang tersebut untuk diajukan ke DPR. "Nanti ke DPR dulu, dan akan ada perdebatan. Semua pihak kan ikut dalam perdebatan," katanya.
DPR juga belum tentu menganggap persoalan ini penting untuk dibahas agar menjadi dasar untuk menambah penerimaan negara.

Sumber: kontan.co.id

No comments:

Post a Comment