Monday, January 14, 2013

Kejar Setoran Rp 1.042 Triliun, Ditjen Pajak Buka-bukaan Strategi

Jakarta - Pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengaku berat mengejar penerimaan pajak tahun ini yang ditargetkan Rp 1.042,32 triliun. Karena berarti pertumbuhan penerimaan pajak harus mencapai 23%, padahal realisasi penerimaan pajak di 2012 hanya tumbuh 12,47%.

"Penerimaan pajak kita harus tumbuh 23 persen. Ya memang berat, tapi itu yang menetapkan pemerintah," ujar Dirjen Pajak Fuad Rahmany dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (14/1/2013).

Untuk mencapai target tersebut, Fuad menyatakan telah mempersiapkan beberapa strategi yaitu pertama memperbaiki Sumber Daya Manusia (SDM).

"Perbaiki terus, kreativitas, berani menghadapi wajib pajak yang nyeleneh yang tunda-tunda, harus mengerti kalau wajib pajak bermain-main dengan tax planning. Ini butuh keterampilan, integritas juga harus diperbaiki tapi ini belum tentu serta-merta penerimaan pajak naik," ujarnya.

Selain itu, lanjut Fuad, ada beberapa perbaikan IT guna mengintegrasikan data di seluruh kantor wilayah.

"Kemudian infrastruktur, IT juga diperbaiki, sekarang sudah terintegrasi seluruh kantor pajak, lalu ada Aproweb, aplikasi profil berbasis web sehingga kinerja AR (account representative) kita bisa dipantau," paparnya.

Fuad menyatakan, ada beberapa perbaikan peraturan pajak. Seperti dalam hal Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kini Ditjen Pajak menghapus izin sekitar 373 perusahaan dari 780 perusahaan yang diizinkan menerbitkan faktur. Hal ini guna mengurangi penerbitan faktur palsu.

Selain menghapus izin perusahaan tersebut, Fuad menyatakan, penerbitan faktur ini akan dilakukan oleh Ditjen Pajak sehingga dapat diketahui mana faktur yang benar.

"Faktur pajak akan diberikan penomoran dari Ditjen Pajak, selama ini pengusaha sendiri yang menerbitkan. Nanti semakin kecil ruang bagi pengemplang pajak, yang bermain-main. Jadi tahu mana faktur yang benar mana yang tidak. Tahun 2013 kita siapkan e-invoice, sistem online, apapun faktur langsung online dengan kita," jelasnya.

Fuad menyatakan nantinya ada peraturan menteri keuangan (PMK) terkait pajak kegiatan membangun sendiri. Awalnya aturan ini untuk pembangunan 300 meter persegi dengan tarif 4%, tetapi kemudian diubah menjadi bangunan 200 meter persegi dengan tarif pajak 2%.

"Perubahan aturan ini supaya tingkat kepatuhannya meningkat," jelasnya.

Sementara untuk sektor Pajak Penghasilan (PPh), Fuad menyatakan kebijakan baru yang akan diterapkan pada tahun ini adalah penerapan peningkatan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP).

"Ada loss-nya tapi dampaknya ke penerimaan yang lain kan ada," jelasnya.

Selain itu, penerapan pajak untuk usaha-usaha tertentu dengan omzet Rp 0-4,8 miliar dengan tarif 1%. Namun aturan tersebut tidak berlaku bagi pedagang kaki lima yang tidak memiliki tempat usaha tetap.

"Usaha jenis ini kita berikan fasilitas bahwa tidak perlu pembukuan yang jelas, meski ke depannya kita harapkan ada pembukuan sehingga bisa membayar dengan tarif normal,"paparnya.

Fuad menyatakan, Menteri Keuangan Agus Mrtowardojo, juga tengah mengkaji aturan baru terkait debt to equity ratio. Hal ini guna mengatur batas bunga utang perusahaan agar tidak terlalu besar sehingga mengurangi kemampuannya membayar pajak.

"Banyak perusahaan besar atau menengah, bunga atas utangnya besar, sehingga mengurangi pajak. Di UU PPh, Menkeu mengatur debt to equity ratio dalam rangka perhitungan laba fiskal," jelasnya.

Fuad menambahkan, pihaknya juga akan mengatur pajak terkait biaya promosi sehingga dapat diketahui mana perusahaan yang benar-benar mencatat biaya promosi dalam jumlah yang wajar.

"Kalau nanti ada yang besar lalu kita kaji, yang tidak masuk akal maka tidak kita akui," tegasnya.

Fuad menyatakan pada tahun ini pihaknya mewajibkan beberapa BUMN untuk memungut PPh Pasal 22, seperti Telkom, Bank BUMN, Pertamina, dan PLN. Selain itu, menindak perusahaan yang kurang menyetorkan PPh Pasal 21. Kemudian peningkatan penindakan terhadap kasus-kasus pajak.

"Awal tahun 2013, kita melakukan pemeriksaan khusus di bidang PPh 21, kajian kita banyak sekali perusahaan ada yang dipotong tapi tidak dibayar sepenuhnya. Itu bisa pidana, saya mengharapkan wajib pajak badan jangan sampai tidak menyetor," tegasnya.

Sumber: detikFinance

No comments:

Post a Comment