DEPOK - Transfer pricing merupakan transaksi
atas barang dan jasa atau aset tertentu yang biasanya dilakukan dalam
satu kelompok usaha pada harga yang tidak wajar melalui proses
menaikkan harga (mark up) maupun menurunkan harga (mark down). Selain itu Transfer Pricing merupakan transfer pelayanan dalam satu kelompok holding company.
Transfer
Pricing memiliki resiko merugikan pemerintah karena ada pajak yang
tidak dibayar, tetapi juga merugikan pemegang saham minoritas yang tidak
bisa berbuat apa-apa. Kemungkinan adanya praktik transfer pricing
memang harus diwaspadai.
Untuk mengatur hal itu, Direktorat
Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan saat ini sudah memperbarui
draft peraturan yang fokus pada Transfer Pricing. Hal itu
sebagai bagian dari kebijakan strategis tahun 2013. Dirjen Pajak
memperbaiki kapasitasnya untuk mengatasi segala persoalan Transfer
Pricing.
Direktur Peraturan Perpajakan II Dirten Pajak John Hutagaol mengatakan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan dokumentasi Transfer Pricing.
"Yakni
tentang gambaran perusahaan secara rinci, kebijakan penetapan harga dan
atau alokasi biaya, analisis kesebandingan atas karakteristik produk,
analisis fungsional, kondisi ekonomi, ketentuan dalam kontrak,
pembanding yang terpilih," katanya dalam Seminar Pajak Internasional bertema “Understanding Regulation and Mechanism of Transfer Pricing Documentation" di Depok.
Dokumentasi Transfer Pricing, kata
John, adalah kajian dan dokumen yang dipergunakan wajib pajak untuk
menunjukkan bahwa harga yang terjadi dalam transaksi antara pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sesuai dengan prinsip kewajaran. John
melanjutkan, terdapat sejumlah alasan mengapa perlu menyediakan
dokumentasi Transfer Pricing.
"Yakni mematuhi peraturan
perpajakan di Indonesia bahwa sesuai dengan pasal 28 ayat 1 UU KUP bahwa
wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan
pembukuan," jelasnya.
Selain itu, lanjut John, untuk mencegah
penyesuaian dan hukuman pinalti oleh administrasi pajak. "Sesuai
Perdirjen, pasal 20 ayat 2 penyesuaian tidak dilakukan apabila wajib
pajak telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha," ungkapnya.
Sumber: okezone.com
No comments:
Post a Comment