JAKARTA - Pemerintah menggebu memperluas basis pajak. Tak hanya merevisi 12 regulasi perpajakan, lewat DirektoratJenderal (Ditjen) Pajak, pemerintah juga akan menaikkan Tarif Pajak Penghasilan (PPh) atas saham pendiri emiten yang tercatat di bursa.Beleid ini bahkan akan diperluas hingga transaksi saham pendiri di perusahaan non publik. Saat ini, Kementerian Keuangan (Kemkeu) tengah menggodok revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor Nomor 14/1997 tentang Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek.
Peraturan yang berlaku saat ini saham pendiri dikenakan PPh dengan tarif final sebesar 0,1% dari nilai penjualan saham di pasar sekunder serta tambahan PPh dengan tarif 0,5% dari harga penawaran umum di pasar perdana.
Tambahan PPh dikenakan atas semua saham emiten baik yang dilepas lewat penawaran umum maupun saham yang masih dipegang pendiri pasca penawaran umum.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Astera Prima Bhakti mengatakan, revisi PP 14/1997 mencakup dua hal. Pertama, menaikkan tarif PPh tambahan.
Sayang, Astera merahasiakan besaran kenaikannya. "Kita lihat dulu," ujarnya ke KONTAN akhir pekan lalu. Kedua, pemerintah akan memperluas perusahaan yang akan terkena peraturan ini.
Selama ini aturan hanya mencakup transaksi penjualan saham di lantai bursa, dalam revisi kelak, pajak juga akan menyasar jual beli saham perusahan non publik.
Kemkeu menilai, potensi pajak dari transaksi saham pendiri di perusahaan yang belum berstatus terbuka besar. Kemkeu menaksir potensi penerimaan tambahan dari aturan baru ini Rp 4 triliun.
"Kita punya ruang untuk melihat lebih jauh," imbuh Astera. Demi mengejar potensi penerimaan itu, Kemkeu akan bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) untuk melihat data korporasi yang saham pendirinya berubah.
Kemkeu juga akan memelototi perubahan saham lewat data yang disampaikan notaris ke Kemkumham. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bilang, pendiri perusahaan selama ini mendapatkan keuntungan besar saat menjual sahamnya. Rendahnya tarif pajak saham pendiri itu membuat setoran yang diterima negara relatif kecil.
Tak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh para pendiri perusahaan yang menjual sahamnya. Pengamat pajak Darussalam mengatakan, pemerintah harus lebih gencar memperluas basis pajak, bukan sekadar mengerek tarif pajak.
"Namun, pemerintah harus memperluas basis pajak. Kenaikan tarif seharusnya memiliki alasan kuat," katanya.
Sumber: Harian Kontan
Peraturan yang berlaku saat ini saham pendiri dikenakan PPh dengan tarif final sebesar 0,1% dari nilai penjualan saham di pasar sekunder serta tambahan PPh dengan tarif 0,5% dari harga penawaran umum di pasar perdana.
Tambahan PPh dikenakan atas semua saham emiten baik yang dilepas lewat penawaran umum maupun saham yang masih dipegang pendiri pasca penawaran umum.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Astera Prima Bhakti mengatakan, revisi PP 14/1997 mencakup dua hal. Pertama, menaikkan tarif PPh tambahan.
Sayang, Astera merahasiakan besaran kenaikannya. "Kita lihat dulu," ujarnya ke KONTAN akhir pekan lalu. Kedua, pemerintah akan memperluas perusahaan yang akan terkena peraturan ini.
Selama ini aturan hanya mencakup transaksi penjualan saham di lantai bursa, dalam revisi kelak, pajak juga akan menyasar jual beli saham perusahan non publik.
Kemkeu menilai, potensi pajak dari transaksi saham pendiri di perusahaan yang belum berstatus terbuka besar. Kemkeu menaksir potensi penerimaan tambahan dari aturan baru ini Rp 4 triliun.
"Kita punya ruang untuk melihat lebih jauh," imbuh Astera. Demi mengejar potensi penerimaan itu, Kemkeu akan bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) untuk melihat data korporasi yang saham pendirinya berubah.
Kemkeu juga akan memelototi perubahan saham lewat data yang disampaikan notaris ke Kemkumham. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bilang, pendiri perusahaan selama ini mendapatkan keuntungan besar saat menjual sahamnya. Rendahnya tarif pajak saham pendiri itu membuat setoran yang diterima negara relatif kecil.
Tak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh para pendiri perusahaan yang menjual sahamnya. Pengamat pajak Darussalam mengatakan, pemerintah harus lebih gencar memperluas basis pajak, bukan sekadar mengerek tarif pajak.
"Namun, pemerintah harus memperluas basis pajak. Kenaikan tarif seharusnya memiliki alasan kuat," katanya.
Sumber: Harian Kontan
No comments:
Post a Comment