Wednesday, April 29, 2015

Kebijakan Tax Amnesty Jadi Prioritas Program Legislasi 2015

Jakarta - Pemerintah akan memasukan klausul mengenai pengampunan pajak (tax amnesty) dalam revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang menjadi prioritas Program Legislasi nasional (Prolegnas) 2015.

Mardiasmo, Wakil Menteri Keuangan, menuturkan perubahan UU tersebut menjadi salah satu agenda pembahsan utama pemerintah dengan Dewan Perwakilan rakyat (DPR). Untuk itu, lanjut Mardiasmo, Kementerian Keuangan tengah mengidentifikasi kategori wajib pajak (WP) yang dimungkinkan mendapatkan pengampunan pajak.

"Kami coba ke DPR apa saja yang dimungkinkan untuk diberikan amnesty," ujarnya di Jakarta, Rabu (11/2).

Tax amnesty adalah pengampunan pajak dengan menghapus pajak terhutang dengan imbalan menyetor pajak dengan tarif yang lebih rendah.

Dia mengatakan kebijakan ini merupakan bentuk keadilan yang diberikan pemerintah terhadap WP. Hal ini juga sejalan dengan upaya pemerintah menggenjot penerimaan negara.

"Karena banyak pelaku bisnis yang merasa salah komunikasi. Intinya kami ingin meningkatkan perpajakan, tapi tidak mendistorsi pertumbuhan ekonomi," tuturnya.

Wacana serupa juga pernah diungkapkan Dadang Suwarna, Direktur Pencegahan dan Penagihan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Menurutnya, alasan DJP mendorong pemberlakuan tax amnesty adalah untuk menarik kembali dana-dana milik warga Indonesia yang terparkir di luar negeri.

Dadang mengungkapkan cukup banyak masyarakat Indonesia dengan strata ekonomi yang tergolong tinggi memilih menyimpan uang di negara lain guna menghindar dari kewajiban pajak.

"Banyak orang kaya di Indonesia yang sengaja menyimpan uangnya di luar negeri, seperti Singapura dan Belanda, karena memanfaatkan tax treaty," tuturnya. kepada CNN Indonesia, baru-baru ini.

Tax treaty adalah perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak.

"Kami akan berikan tax amnesty, jadi mereka hanya membayar (pajak) 2-3 persen atau maksimal 5 persen saja. Dengan begitu duinya masuk Indoneisa, bisa digunakan untuk bangun pabrik dan lain-lain," ujar Dadang.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto menilai belum saatnya pemerintah menerapkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty, setidaknya untuk tahun ini.

Menurut Andin, masih banyak kendala yang dihadapi pemerintah untuk dapat menerapkan kebijakan tersebut dengan baik. Selain belum adanya landasan hukum, pemerintah juga belum memiliki data base wajib pajak yang lengkap.

“Perlu kajian yang mendalam untuk bisa dilakukan. Pertama, dasar hukumnya kuat. Kedua, kalau bisa ini kita lakukan sekali saja. Yang ketiga, data basenya harus kuat. Kalau data basenya tidak kuat, potensi tax amnesty juga tidak akan tercapai,” kata Andin, belum lama ini.

Selain mewacanakan pemberian tax amnesty, Kementerian Keuangan juga telah membentuk tim optimalisasi perpajakan. Tim tersebut nantinya akan menggodok potensi penerimaan pajak baru yang saat ini belum dipungut.

Dia menambahkan hasil dari kajian itu akan dijadikan rekomendasi dalam perumusan kebijakan baru perpajakan, sehingga target perpajakan sebesar Rp1.480 triliun dalam tahun ini dapat tercapai.

"Kami ingin terbuka semua, akses data kami buka semua, WP melaporkan apa adanya tidak ada yang ditutupi," tegasnya.

Sumber: cnnindonesia.com

No comments:

Post a Comment